Satu abad Nahdlatul Ulama (NU), merupakan masa transisi, transisi penguatan, transisi energi, dan transisi untuk mendunia. Dimana yang semula kita ngurus level lokal, daerah, maka selanjutnya kita akan melanjutkannya untuk tingkatan global. Bukan berarti kemudian yang lokal ini kita biarkan, tetapi sebagimana amanat dari para muassis (Pendiri NU), kita harus mendunia, sebagaimana yang tergambar pada lambang Nahdlatul Ulama, huruf Dlot-nya itu melampaui gambar dunia, dan juga huruf dlot itu adalah huruf yang pernah disamapaikan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana dawuhnya:
“ أنا أفصح من نطق بالضاد ”
( Saya adalah orang yang paling fasih mengucapkan Dlat )
Dari sini kita bisa melihat berarti ada sebuah keistimewaan yang terkandung didalamnya, kebetulan tulisan Nahdlatul Ulama yang tertulis pada lambang, Dlot-nya ini melampaui dunia, dan itu kita artikan Nahdlatul Ulama harus bisa mendunia.
Pada saat masa abad pertama yang lalu, kita telah banyak melakukan persiapan-persiapan, melaksanakan pendidikan-pendidikan kaderisasi, yang nantinya kita harapkan pada saat abad kedua ini, mereka-mereka ini yang akan melanjutkan estafet dan agar terus bisa eksis, bisa pegang role, bisa melangkah lebih luas lagi, karena banyak harapan-harapan didunia ini yang sudah menanti lama. Apa kiprah Nahdlatul Ulama dalam mengatasi masalah, menyelesaikan muskilah-muskilah yang ada dan berdimensi Internasional?
Dalam momentum satu abad ini, ada sebuah kesamaan didalam Islam itu sendiri, yaitu dawuhnya Rasulullah SAW, akan lahir para penyegar-penyegar tatanan, penyegar-penyegar syariah furuiyyah yang sudah banyak ditinggal atau keropos, dan lain sebagainya, itu disegarkan kembali.
إن الله يبعث لهذه الأمة على رأس كل مائة سنة من يجدد لها دينها
Artinya : “Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini pada setiap permulaan seratus tahun seseorang yang memperbaharui agamanya (Mujaddid)” [HR. Abu Daud, Hakim di dalam Mustadrak dan al-Baihaqi di dalam al-Ma’rifah].
Jadi, sangat penting bagi kita semua saat ini dalam rangka abad kedua NU, jangan sampai kita salah langkah, umur 1 abad itu memang terlihat sangat luar biasa, tapi kalau kita tidak waspada, justru kita akan malah jatuh. Jadi, kita semua harus berhati-hati, karena semakin tinggi suatu perkara, ancamannya juga semakin besar, peluangnya juga makin besar, dan ini kita harus bisa mengatasi dan ambil peluang-peluang yang baik dan juga positif.
Beruntunglah bagi para pengurus yang pada saat ini mengalami masa-masa peralihan, masa transisi, masa yang dimana dari masa abad pertama menuju abad yang kedua, ini merupakan sebuah keberuntungan, sebuah kesempatan yang luar biasa, nikmat yang besar bagi kita, dan kita wajib bersyukur atas semua itu.
Abad pertama merupakan sebagai pelajaran bagi kita semua, agar para kader dengan segala macam jenjang kaderisasi maupun strukturnya, kedepan agar bisa dimaksimalkan dan dilakukan lebih baik lagi, di zaman yang kita kenal dengan istilah fase 4.0, atau bahkan untuk saat ini sudah mencapai 5.0.
Meskipun kita baru saja mau menerapkan yang 4.0 di abad ke dua ini. Tapi tentu saja dengan meggunakan beberapa role model yang kita rancang sabaik mungkin dengan mengikuti perkembangan yang terjadi dan tentu melakukan inovasi-inovasi yang akan kita kembangkan, misalnya : Grand Idea, Grand Disain, Grand Strategi, dan Grand Control.
Grand Idea misalnya, kita akan lebih mengenali jati diri kita sebagai pelaku sejarah, sebagai penganut faham aswaja, semakin kokoh, semakin tajam dalam penilitian-penelitiannya, misalnya didalam NU ada lembaga namanya LTN, mepunyai tugas membukukan sejarah-sejarah ke Nu-an atau ke aswajaan yang komprehensif dan moderat.
Sebagaimana yang kita tahu disamping kader-kader yang baik, juga harus bisa melahirkan tulisan-tulisan yang baik pula. Kalau di Mesir, biasanya para ustadz sudah punya karya tulis, sedangkan kalau di Indonesia, seorang Kiai sekalipun belum tentu mempunyai karya tulis, jadi mereka yang mendapat gelar ustadz, atau ulama di Mesir, itu karena sudah dibuktikan dengan karya tulisnya, kalau negara kita Indonesia ini kiai belum tentu, bahkan seseorang yang pinter tahlil saja sudah dianggap kiai.
Grand Disain, seperti yang sudah saya sebutkan diatas dalam Hadisnya Rasulullah SAW, bahwa dalam Islam sendiri setiap seratus tahun ada pembaharunya, ada penyegar, tentu saja ini di perkara-perkar yang sifatnya furuiyyah, bukan yang ushuliyah, karena kalau yang usuliyyah sudah tidak ada tawar menawar lagi.
Sebab kalau yang furuiyyah akan ada pengalaman, erosi, keropos, dan sebagainya. Jika kita lihat didalam NU sendiri, yang merupakan hasil ijtihad kader-kader terbaik terdahulu, tentu akan menemukan banyak kekurangan, banyak keropos yang perlu kita perbaiki bersama-sama, bahkan bukan bermaksud berlebihan atau terlalu muluk-muluk kalau kita istilahkan “desain ulang”, kita harus berani, karena yang terpenting semua itu tidak merubah sedikitpun Uhsul-nya hanya furu’ saja.
Grand Strategi, bagaimana strateginya? Ya ini, melalui pendidikan kaderisasi disemua tingkatannya, kalau sudah berhasil melewati pendidikan tersebut, sudah mumpuni, artinya sudah siap dilepas untuk mengembangkan pemahaman dan pengetauhan yang diperoleh dari hasil pendidikan-pendidikan tersebut.
Dari progam pendidikan kaderisasi itu, nanti kita pikirkan bagaimana setrategi untuk pengiriman mereka, strategi penempatan mereka, bahkan setrategi ke-amanah-an mereka, dengan melihat hasil pendidikan yang bagus tersebut, hal ini sebagai salah satu bukti bahwa mereka sudah siap untuk menjalankan amanah yang kita berikan, artinya sudah siap menjadi kader-kader yang militan dan sekaligus kader yang punya unggah-ungguh sehingga siap untuk kita distribusikan kelak.
Kemudian yang terakhir ada namanya Grand Control, yaitu bagi mereka yang merupakan kader hasil dari pendidikan kaderisasi atau pelatihan-pelatihan, yang sudah berhasil kita kirim ke berbagai tempat, kita kontrol betul-betul, sehingga jangan sampai terulang kembali seperti dahulu kader-kader yang tidak amanah atau bahkan kader-kader dadakan yang muncul.
Sering kali kita mendorong para kader tersebut untuk berperan aktif dalam berbagai kondisi, kita kirim, kita distribusikna, namun ternyata yang ada bukan kader yang kita harapkan, tapi ternyata itu hanya ‘Kadir’…haha (Red-becanda). Maksudnya apa? Setelah kader itu kita kirim, akhinya malah menjadi tidak ingat, lupa rumahnya, lupa kalau dia itu dapat restu dari NU, dapat ijin dari NU.
Namun rupanya malah lupa untuk kembali. Menganggap tempat yang baru itu sudah cukup dan lebih baik, padahal tempat itu kita gambarkan sebagaimana tempat kontrkan (karena dia tidak akan lama disitu), namun dianggap oleh mereka itu rumah sejatinya, sehingga tidak pernah pulang, atau kita istilahkan lagi ibarat mendorong mobil mogok, atau bahkan pepatah jawa nyangoni kere minggat (percuma).
Nah, hal demikian semacam ini jangan sampai terulang kembali, jadi harus ada control, NU harus mengetahui, kemana ini, dimana dia, dan apa saja yang dikerjakan disana. Semuanya itu dilakukan tidak lain agar dapat mengambil kebaikan-kebaikan (pelajaran) yang ada diluar sana untuk kemudian dibawa pulang, bukan sebaliknya sebagimana yang terjadi selama ini yang justru kebaikan-kebaikan (privasi) yang ada di dalam dibawa keluar, diberikan kepada orang lain.
Kalau dia mengalami kesusahan, masalah diluar sana, baru pulang, dan seterusnya, yang artinya rumahnya sendiri hanya jadi tempat untuk berkeluh kesah ketika ada masalah, ketika diluar mendapatkan muskilah, tapi kalau dia merasa aman-aman saja, dia lupa akan rumah sejatinya dan justru bangga dengan rumah kontrakannya.
Nah, inilah yang harus kita perhatikan dengan melalui kontrol yang baik, jangan sampai hal semacam ini terus terjadi, karena kalau itu masih tetap, masih sama, berarti nilai-nilai transisi ini, nilai abad kedua peralihan ini, merupakan sebuah kegagalan. Dengan masuknya kita semua ini ke abad kedua, silahkan bangga, tapi jangan lupa manakala kita gagal, sakitnya akan lebih terasa.
Ibarat orang naik ketinggian, maka akan semakin sakit apabila terjatuh. Demikian kira-kira yang menjadi pertimbangan-pertimbangan di abad kedua ini, mudah-mudahan generasi penerus nanti, harus tercapai target dan mampu menjadi lebih baik, sehingga apa yang menjadi tujuan bersama harus bisa kita raih. Wassalam…