Hadirin yang saya hormati. Saya selalu sampaikan kepada teman-teman bahwa kader Nahdlatul Ulama (NU) itu harus mampu menjalankan tugas sesuai dengan kewajiban dan tuntutan kewajibannya dimana pun kedudukan dan tempat yang ia duduki di tengah masyarakat. Seperti Pak Dawam ini jelas kader NU, sudah pernah ikut pelatihan kader, dan pegang sertifikat. Tapi yang lebih penting sebagai Bupati Madiun adalah bupatinya seluruh rakyat Madiun, bukan cuman Bupatinya orang NU saja. Beliau menjalankan tugas dengan sekuat-kuatnya, seadil-adilnya untuk seluruh warga Madiun, bukan warga NU saja.
Jadi, nantinya kita nggak usah ngoyo-ngoyo. Kalau ada orang NU yang mampu, masyarakat akan menilainya sendiri. Maka yang penting adalah untuk seluruh kader NU agar menempa kemampuan, menempa kapasitas diri, menjaga kredibilitas, supaya dilihat secara positif oleh masyarakat. Sehingga kalau rakyat harus memilih, ini yang dilihat juga orang-orang yang mampu dari kalangan kader-kader NU, kalau ternyata tidak terpilih karena elektabilitasnya rendah, ya jangan nyalahkan NU, dilihat sendiri kemampuannya seperti apa? begitu…
Nah, kalau sudah jadi, tentu harus menduduki kedudukan sebagaimana mestinya. Jadi Bupati Madiun, ya bupatinya rakyat seluruh Madiun, bukan cuman orang NU saja. Sekarang istigosah yang ikut kok orang NU semua, mungkin yang baru percaya istigosah baru orang NU. Tentu kedepan harus di pikirkan bagaimana yang ikut istighosah bukan saja dari kalangan orang NU saja, melainkan semua masyarakat Madiun.
Hari ini adalah ulang tahun kabupaten Madiun ke 455. Ini zaman sejak, dimulai dari keturunan Sultan Trenggono, yaitu Pangeran Timur lalu diteruskan Retno Dumilah, ini adalah masa sejarah yang panjang sekali. Kalau kita bayangkan dulu itu, 455 tahun yang lalu, Madiun kayak apa rupanya ya, kita sudah tidak bisa bayangkan. Dan ini bukan cuma satu-satunya sebagai peradaban tua yang tumbuh di Nusantara ini.
Saya tanya Walikota Pasuruan, Kota Pasuruan berdiri 200 tahun yang lalu, asal usulnya gimana? Nggak tahu saya. Nah, kabupaten Pasuruan berdiri 1200 tahun yang lalu, ada riwayat, dulu katanya ada orang Surabaya ngeliwet airnya kebanyakan lalu nasinya jadi bubur, jadi ke mana-mana sampai di suatu tempat ada daun pisang yang dijadikan buat makan bubur, maka jadinya Pasuruan.
Saya kira penting dihayati adalah bahwa kita semua ini mewarisi peradaban yang begitu tua, yang tumbuh tidak pernah putus sampai menjadi rajaning dunyo yang terjadi seperti yang kita alami sekarang. Nah, sekarang menjadi kehidupan masyarakat yang makmur seperti yang kita alami sekarang.
Ini adalah warisan yang luar biasa berharga dan ini bukan hanya Madiun saja, banyak daerah lain misalnya saya pernah hadir di acara Hari jadi Pekalongan, itu juga sekitar 400 tahun lebih yang lalu, ada daerah-daerah yang lain yang sampai lebih dari 1000 tahun seperti Pasuruan. Ini warisan peradaban yang luar biasa tidak ternilai harganya dan sudah tumbuh menjadi kehidupan yang baik sekarang ini.
Karena nyatanya kita sekarang bisa beribadah dengan nikmat dan bebas, ya walaupun masih ada saudara-saudara yang kekurangan tapi Insyaallah kita semua ada dalam posisi mampu dan membantu menolong membantu mereka yang perlu ditolong. Ini sudah merupakan kehiduapn yang baik. Kalau Bahasa arabnya, baiik itu soleh. Sudah “ba’daa solahuhu”, Madiun sudah kelihatan baiknya sekarang.
Dan Alhamdulillah, Indonesia juga sudah. Indonesia sekarang jika kita lihat keadaan sekarang sudah kelihatan baik, ukurannya yang paling jelas baru-baru ini dinyatakan sebagai hasil survey, itu tingkat kepuasaan terhadap presiden Jokowi mencapai lebih dari 80%. Itu kalau Indonesia nggak kelihatan baik, masa ya orang yang puas kepada presiden 80% di atas, nggak terjadi dimana-mana dan belum pernah terjadi di mana-mana juga. Berarti ini sudah ba’daa solahuha.
Meskidemikian terpenting yang perlu kita jaga betul, adalah dawuhnya Allah SWT, yaitu laa tufsidu fil ardi bada islahiha (kalau sudah kelihatan baik jangan dirusak). Indonesia ini sudah kelihatan baiknya, ee tapi masih ada korupsi ini, itu. Memang di dunia ini tiada yang sempurna, kalau masih hidup jangan berharap kesempurnaan, tapi sudah kelihatan baiknya, gitu. Indonesia sudah islah, jangan dirusak. Kalau bahasanya NU itu, kita harus merawat jagat, artinya merawat ba’da islahiha, apa yang sudah kelihatan baiknya ini jangan dirusak. Madiun yang sudah kelihatan baiknya ini jangan dirusak.
Jangan sampai yang neruskan nanti merusak yang sudah baik ini. Yang penting tidak ada ifsad bada islah (merusak setelah diperbaiki). Itu pertama.
Kedua, jangan takut bercita-cita. Karena Madiun bisa ba’daa solahuha begini, karena dulu leluhur-leluhur kita dulu bercita cita. Indonesia bisa kelihatan baiknya gini karena dulu para perintis peradaban nusantara ini berani bercita cita.
NU bisa begini besar hari ini, karena dulu para pendiri NU, Syaikhona Kholil Bangkalan, Hadrotussyaikh Hasyim Asyari, Kiai Abdul Wahab Hasbullah, Kiai Bisri Sansuri, Kyai Ridwan Abdullah dan lainnya. Mereka semua berani bercita-cita tentang satu peradaban masa depan yang lebih baik. Padahal kita tahu beliau-beliau saat itu tahun 1926 adalah orang-orang jajahan Belanda kelas 3. Pribumi kelas 3, dianggap paling hina di masyarakat.
Ini orang-orang jajahan yang martabatnya di mata penjajah sama dengan martabat budak bahkan disamakan dengan anjing. Kalau di kantor-kantor gubernur dulu ditulis Inlader dan anjing dilarang masuk. Tapi mereka berani bercita-cita. Kalau sampeyan yang sudah gemah ripah loh jinawi segar, bugar begini kok tidak berani bercita-cita, ya ini diragukan, ini betul- betul manusia-manusia bermartabat, apa orang-orang muncis, tidak berani berharap pada masa depan.
Apapun keadaan kita. Kita harus berani bercita-cita dan berani memulai bekerja, dari manapun titik tolaknya. Mulai bekerja untuk mengupayakan tercapainya cita cita, apa cita-cita dari para pendahulu kita? Cita-cita dari Raden Timur, Retno Dumilah, dari Bung Karno, Ki Agus Salim, Kyai Hasyim As’yari dan lainnya, cita-citanya adalah membangun peradaban di masa depan, yang lebih baik untuk kita semua di masa depan. Maka kita harus berani menetapkan cita-cita untuk membangun peradaban.
Dan jangan takut, apakah mungkin tercapai, jangan khawatir, apapun keadaan kita jangan khawatir bahwa cita-cita itu mungkin atau tidak mungkin tercapai, karena yang penting adalah pertama-tama kehendak yang sungguh-sungguh, azam yang sungguh-sungguh, kalau nggak ada azam ya gak ada apa-apa. Kita lihat sejarah dari peradaban-peradaban yang pernah tumbuh menjadi peradaban besar. Itu semua dimulai dari tokoh tokoh sejarah yang berani bercita-cita.
Rasulullah SAW. Saat menerima wahyu pertama kali saja ketakutan, tapi sesudah itu beliau berani meneguhkan azam (agung) cita-cita untuk membangun paradaban. Nah, kalau sudah bercita -cita begitu, diingatkan oleh Qur’an, faidzaa adzamta fatawakkal Alallaah, jadi, tawakkal itu sejak punya adzam, orang tawakall itu jangan cuma pas celaka baru tawakal.
Sejak punya azam itu tawakal, artinya bersandar kepada Allah karena apapun yang sudah terjadi dan akan terjadi ini semua terjadi karena takdir Allah, qada’ dan qadarnya Allah, maka semuanya terserah Allah.
Maka sudah betul kalau ultah kabupaten Madiun ini dilaksanakan dengan istighosah yang artinya dzikir. Sampai Habib Zein mengatakan man laisa dkir, laisa lahu dzakar. Yang dimaksud di sini adalah keberanian untuk adzam, dzakar ala makna saja’ah (keberanian).
Yang dimaksud dzikir di sini wirid. Maka man laisa lahu wirid, fahuwa kird. Jangan sampai nggak punya wirid. Ini penting. Maka mari kita bersama-sama bertekad pertama merawat jagad dan berani bercita-cita untuk membangun peradaban. Ini menjadi semboyan dari Nahdlatul Ulama.
Saya sebagai Ketua Umum PBNU atas nama PBNU, NU, jamiyaah NU ikut mengucapkan selamat ultah ke 455 kepada Kabupaten Madiun ini, semoga Allah senantiasa melindungi Madiun dan pemimpin-pemimpinnya, rakyatnya, memberi bimbingan dan petunjuk menuju masa depan yang baik dan terus baik sampai akhir zaman. Aminnn.
(Pidato Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf pada peringatan hari jadi Kabupaten Madiun yang ke 455, 13 Juli 2023).