Forum Pemuka Agama Dunia, Gus Yahya Usulkan Strategi Menyelesaikan Konflik Global  

0

RISALAH NU – UAE – Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) memaparkan strategi dan upaya penyelesaian konflik global. Menurutnya, masalah-masalah tersebut harus menjadi prioritas utama dalam agenda-agenda para pemuka agama dunia.

 

“Menjaga lingkungan, melestarikan bumi sebagai rumah besar umat manusia, adalah kewajiban besar yang harus diemban dan dijalankan oleh seluruh umat beragama. Para pemuka agama harus memberikan perhatian yang besar terhadap masalah ini,” ujar Gus Yahya pada acara Global Faith Summit on Climate Action yang berlangsung selama 6-7 November 2023 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UAE).

 

Global Faith Summit on Climate Action, atau Konferensi Internasional Para Pemuka Agama untuk Perubahan Iklim diadakan atas Kerjasama Majelis Hukama Muslimin UAE bekerjasama dengan PBB, sebagai bagian dari rangkaian acara COP28 UAE – United National Climate Change Conference.

 

Dalam event yang mengumpulkan para tokoh agama terkemuka dari seluruh penjuru dunia tersebut, Gus Yahya menyampaikan pidato dalam bahasa Inggris bertema “Spiritual Ecology: Fulfilling the Qur’anic Mandate to Serve as God’s Vicegerent on Earth (Khalîfah fî al-Ardh)”. Teks pidato tersebut juga diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan judul “al-Îkûlûjiyâ al-Rûhiyyah: Istîfâ al-Amr al-Qur’ânî li al-Idhthilâ’ bi Daur al-Khalîfah fî al-Ardh”.

 

Keberadaan manusia di muka bumi, lanjut Gus Yahya, mengemban tanggung jawab atas bumi itu sendiri. Manusia diberi kesempatan dan didorong untuk hidup dan berkembang, dengan dipenuhi segala kebutuhannya.

 

Meski demikian, pada saat yang bersamaan manusia juga memiliki amanah dan tanggung jawab untuk merawat jagat. Sederhananya, keberadaan manusia di muka bumi ini mengemban tanggung jawab atas nama Tuhan untuk menjaga dan memakmurkannya.

Baca Juga :  PCI IPPNU Hong Kong di Lantik, Targetkan Pendirian PCI di 32 Negara

 

“Berbagai macam kerusakan yang terjadi di muka bumi yang dibuat oleh manusia pada saat ini, merupakan konsekuensi dari kelalaian manusia atas jati diri mereka dan ketiadaan pengembanan dan penunaian amanat Allah sebagai khalifahnya di muka bumi. Kelalaian tersebut mengkonsekwensikan tindakan-tindakan manusia untuk berebut penguasaan atas sumberdaya-sumberdaya alam, antara satu sama lain,” papar Ketum PBNU itu dalam keterangan tertulis yang diterima detikHikmah pada Selasa (7/11/2023).

Umat Manusia Terpecah-belah

Gus Yahya menyebut, semakin umat manusia terpecah-belah, berkonflik satu sama lain maka semakin semena-mena mereka dalam mengeksploitasi sumber daya alam yang telah dikuasainya. Dinamika konflik dan pertentangan tersebut jadi penyebab terciptanya berbagai kerusakan di bumi.

 

Kemudian, Gus Yahya memaparkan bahwa upaya pemeliharaan atas kesentosaan bumi dan alam ini mensyaratkan dua hal penting, yaitu harmoni dan distribusi sumber daya alam.

 

Maksud dari poin pertama ialah harmoni hubungan dan pergulatan antar umat manusia. Sementara itu distribusi sumber daya alam dengan mengedepankan rahmah (kasih sayang) dan ‘adâlah (keadilan).

 

“Ini mutlak diperlukan untuk menghilangkan saling curiga dan permusuhan, untuk kemudian menjadi pijakan dalam membangun harmoni kehidupan antar umat manusia,” jelas Gus Yahya.

 

Di tengah permasalahan lingkungan hidup itu, pilihan-pilihan strategi untuk mengatasi dan menyelesaikannya harus pula mengedepankan kasih sayang dan keadilan. Jangan sampai satu strategi saja yang dipilih dan mungkin secara logis dapat mencegah kerusakan bumi lebih lanjut yang lebih parah atau memperbaiki kerusakan yang ada. Namun di saat yang sama juga merugikan satu pihak.

 

Gus Yahya turut menegaskan bahwa strategi yang hendak dibangun dalam rangka penyelesaian masalah-masalah lingkungan itu, harus mempertimbangkan dampak-dampak kemanusiaannya secara komprehensif.

Baca Juga :  Presiden Timor Leste: NU Layak dapat Nobel dan Penghargaan Perdamaian UNESCO

 

“Apabila harus ada satu pihak yg mungkin dirugikan akibat pilihan strategi yang diambil, maka harus disediakan pula insentif dan inisiatif yang adil bagi pihak tersebut, dan disediakan pula strategi yang workable dan delivered untuk mempersiapkan dan membantu kelompok yang dirugikan, agar dapat beradaptasi, sehingga tetap terpelihara kesentosaannya,” tambahnya.

 

Selain Gus Yahya, turut serta berbicara beberapa tokoh penting dunia Islam lainnya, seperti H.E. Syekh Nahyan bin Mubarak al-Nahyan (Menteri Toleransi dan Koeksistensi, UAE), H.E. Syekh Muhammad al-Dhuwaini (Wakil Grand Syekh Al-Azhar, Mesir), H.V. Syekh Allahsukur Pasahzadeh (Grand Mufti Kaukasia, Azerbaijan), Dr. Salim bin Muhammad al-Malik (General Director of the Islamic World Educational, Scientific and Cultural Organization ISESCO, KSA), Syaikh Abdullah bin Ahmad al-Khalifa (Direktur King Hamad Global Center for Peaceful Coexistence, Bahrain), Syaikh Talgat Tadzhuddin (Kepala Dewan Tinggi Islam, Russia), Dr. Syafiq Mughni (Organisasi Muhammadiyah, Indonesia) dan lain-lain. (detik.com)

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.