Jelang Muktamar NU di Cipasung tahun 1994, PBNU mendapatkan undangan haji dari pemerintahan Arab Saudi untuk 10 orang. Kisah agar dapat haji undangan ini dahsyat, mistis dan ada cerita lain yang berjalin kelindan dengan kisah Sunan Ampel hingga Mbah Mutamakkin Kajen.
Kesepuluh orang itu kata Haji Masnuh (tokohn yang dekat dengan KH Abdurahman Wahid/Gus Dur) adalah Gus Dur, Gus Amanullah (Tambakberas), Gus Nu’man Tohir (Kajen), Gus Muadz Tohir (Kajen), KH. Imam Muhtadi (Banyuwangi), Gus Jakfar Shodiq (kakak Kiai Said Aqil Siroj), Haji Anwar (Gresik), adik Haji Anwar (Haji Masnuh lupa namanya), Haji Sulaiman (Jakarta) dan Haji Masnuh.
Undangannya datang 12 hari jelang wukuf. Karena undangan kerajaan maka semua menjadi mudah. Tiba di Saudi 3 hari jelang wukuf. Saat menuju Arafah, 10 tokoh ini dalam satu mobil. Gus Dur dawuh yang menurut Haji Masnuh adalah guyon. “Iki engkok sing eroh langit mbukak mung Kaji Masnuh, liyane gak onok sing weroh.” (Nanti yang tahu langit terbuka hanya Haji Masnuh, yhang lain gak bisa).
Haji Masnuh menyahuti, “Gus, kawet wingi milai budal ngantos sakniki jenengan nggudo kulo. (Gus, sejak kemarin saat mau berangkat, Anda kok suka menggoda saya)” Jawab Gus Dur, “Gak Ji, iki temenan gak guyon (Tidak Pak Haji, ini tidak guyon)”
Haji Masnuh saat itu dalam hati masih tetap belum percaya dan menganggap Gus Dur Guyon.
Kata Gus Dur melanjutkan, “Engko ngeten Ji, nek sampun teng Arafah, wes mari dongo wukuf, moco’o fatihah ojok katek dihitung. Engko nek, langit mbukak dongo’o robbana atina fiddunya hasanah wafil akhiroti hasanah waqina ‘adzabannar sing cepet (Nanti begini Pak Haji, bacalah Alfatihah tanpa dihitung, kalau langit terbuka, segera berdoa robbana atina…. yang cepat). Kata Gus Dur, bahwa langit terbuka itu hanya sesaat saja. Gus Dur mengulangi kata sesaat hingga tiga kali. Gus Dur berkata lagi, “Nanti saat wukuf saya duduk didekat Anda dan nanti bila langit terbuka, silakan anda tepuk kaki saya.”
Hingga di sini Haji Masnuh juga masih menganggap Gus Dur guyon sehingga belum percaya. Haji Masnuh juga bilang ke saya, bahwa saat itu tidak biaa membayangkan bagaimana langit terbuka, apa kayak pintu atau apa.
Begitu wukuf dan membaca doa wukuf, lalu baca fatihah sebanyak-banyaknya tanpa dihitung dan tanpa pakai wasilah. Tiba-tiba benar, dalam penglihatan Haji Masnuh, langit di Arofah yang saat itu berwarna biru terbuka kayak rolling door. Secepat kilat Haji Masnuh menepuk kaki Gus Dur dan bersegera juga berdoa sapu jagat dengan cepat.
Saat Gus Dur bertanya anda melihat apa Ji? jawab Haji Masnuh, “Saya melihat ada sinar terang kayak matahari sebesar tempeh sebanyak tiga, tiga, tiga, dengan total jumlah sembilan.” Lalu Gus Dur berseru, “Amin, alhamdulillah, NU-ku slamet, NU-ku slamet.”
Lalu Gus Dur berkata yang kata Haji Masnuh sambil guyon, ayo kembali ke kamar (walaupun belum ashar) langitnya sudah tutup dan malaikatnya sudah nyingkrih.”
Selanjutnya Gus Dur menjelaskan bahwa saat ini (tahun 1993-an) NU di ujung tanduk karena melawan Pak Harto dengan menempatkan Abu Hasan. Kita hanya bisa menang bila ada pitulungane Gusti Allah. Cahaya sembilan itu kata Gus adalah simbolnya NU.
Kisah ini dikisahkan kembali oleh Kiai Ainur Rofiq Al-Amin, dosen UIN Sunan Ampel yang pengajar di Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas Jombang. (H. Mustafa Helmy)