Assalāmualaikum warahmatullāhi wabarakātuh. Alhamdulillāh wa syukrulillāh, was shalātu was salāmu alā Rasūlillah Sayyidina wa Maulana Muhammad ibni Abdillah, wa ‘alā ālihii wa shahbihi wa man wālāh. Amma ba’ad.
Yang saya hormati Pak Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Pak Budi Setiadi. Ini beliau sengaja datang enggak pakai peci, supaya jelas mana yang menteri mana yang ketua umum. [Hadirin tertawa]. Soalnya kalau di sini enggak ada tulisannya, enggak ada yang tahu mana ketua umum, mana yang enggak, pakai peci semua. Yang saya hormati jajaran pimpinan Kemeninfo.
Yang saya hormati perwakilan dari Prospera. Teman-teman dari PBNU, hadir di sini salah seorang ketua tanfidziyah, Pak Agus Zainal Arifin, ketua bidang transformasi digital. Ini memang tanggung jawab beliau. Wakil sekjen, Pak Najib Azca. Ini wakil sekjen bidang saya suruh [hadirin tertawa]. Yang saya hormati para peserta Digital Leadership Academy dari jajaran Nahdlatul Ulama. Alhamdulillah.
Tadi Bu Roksana Khan (yang presentasi dengan menggunakan Bahasa Inggris, ed.) sempat mengalami kesulitan teknis untuk menyiarkan suaranya. Tapi alhamdulillah bisa diatasi sehingga bisa keluar suaranya, walaupun saya tahu, untuk sebagian besar peserta ini ada suaranya atau tidak sama saja. [hadirin tertawa].
Bapak Ibu sekalian yang saya hormati, Tadi sudah disebutkan oleh Pak Kepala Badan Pengembangan SDM bahwa MoU antara PBNU dengan Kemenkominfo ini ditandatangani pada bulan Mei 2022. Dan itu adalah salah satu dari kerja sama yang paling awal dijalin oleh PBNU, khususnya dengan kementerian di dalam pemerintahan kita. Kenapa? Karena memang agenda transformasi digital itu menjadi salah satu agenda utama yang kita sepakati sejak awal. Dan kita sudah mau sejak awal: ini pokoknya segera transformasi digital.
Tapi memang proses transformasi digital ini harus menempuh satu jalan yang yang tidak sederhana dan tidak linear. Ada sejumlah hal yang harus kami lakukan terlebih dahulu sebelum sampai kepada hal-hal yang lebih teknis yang bersifat teknologi, dan prosesnya membutuhkan waktu. Sehingga memang baru dua tahun kemudian kita sekarang berhasil mencapai tahap berikutnya, yaitu tahap penyiapan fasilitas teknologi yang dibutuhkan, mulai dari software sampai dengan hardware-nya.
Insyaallah pada akhir bulan ini Nahdlatul Ulama sudah siap untuk mengoperasikan platform yang kita sebut sebagai NU Digdaya ini, yaitu Digital Data dan Layanan, yang akan menjadi platform yang menampung seluruh urusan keorganisasian dan layanan masyarakat di lingkungan Nahdlatul Ulama.
Jadi di Agustus nanti, Pak Menteri, insyaallah di PBNU sudah enggak ada lagi kertas beredar. Insyaallah. Semuanya sudah melalui proses digital. Itu pun nantinya kita masih membutuhkan lebih lanjut satu proses nontechnological treatment. Jadi langkah-langkah di luar teknologi yang harus kita tempuh untuk mempersiapkan – seperti yang disebut oleh Pak Kepala BPSDM tadi – pola pikir, mindset dari jajaran dan pengurus Nahdlatul Ulama ini, agar siap mengoperasikan keseluruhan mekanisme digital ini.
Memang, Bapak Ibu sekalian, transformasi digital atau mungkin secara lebih spesifik saya sebut saja manajemen organisasi melalui platform digital, itu adalah keniscayaan ketika kita menghadapi perkembangan demografis yang membuat ukuran organisasi itu sendiri tidak mungkin dikelola kecuali melalui platform digital.
Dan ini sudah terjadi di berbagai pemerintahan. Indonesia ini kayaknya termasuk yang agak belakangan, Pak Menteri, ya. Sebelum ini itu ada Inggris dan beberapa negara lain yang sudah menerapkan e-government. Kenapa? Karena melihat bahwa mengelola demografi yang ukurannya besar itu enggak mungkin lagi bisa efektif kecuali melalui platform digital.
Kami sudah merasakan hal itu sejak lama, dan melihat realitas semakin membesarnya ukuran NU ini, karena NU terus membesar. NU itu dari waktu ke waktu persentasenya tambah. Jadi kalau ada partai NU itu jangan-jangan menang terus nantinya [hadirin tertawa]. Karena sekarang menurut survei sudah 56,9% penduduk Indonesia mengaku NU.
Ini berarti ada tidak kurang dari 180 juta. Bagaimana mungkin mengelola 180 juta warga ini kalau tidak menggunakan teknologi digital ini. Tapi tentu saja ini membutuhkan transformasi yang melompat sangat jauh, karena di NU ini, apalagi digital, soal jam itu saja belum cukup menjadi mindset.
Jadi kalau yang lain-lain itu sudah ukuran waktu itu jam: jam 09.30, jam 10, jam 11. Kalau di NU belum. NU itu ukuran waktunya itu pokoknya bakda shalat fardu. [Hadirin tertawa]. Kalau ada undangan ya bakda Dzuhur, bakda Asar, bada Isya. Sampai tempo hari ada yang menduga bahwa NU ini didirikan bakda Isya. 1926 itu kan bakda Isya.
Karena tradisinya di pesantren juga memang seperti itu, jadwal pengajaran itu mengikuti waktu shalat lima waktu itu. Maka dibutuhkan effort untuk mentransformasikan mindset ini, dan effort itu memang kompleks dan butuh kerja keras, tapi tidak terelakkan karena ini niscaya. Kita harus melakukan ini dan PBNU bertekad untuk memaksa seluruh jajaran NU masuk ke dalam ekosistem digital ini di dalam pengelolaan organisasi.
Nah, karena itu, saya sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama saya sampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada pemerintah, khususnya kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika atas kesediaannya untuk membantu Nahdlatul Ulama dalam soal ini. Dan tentu saja bahwa tujuan kami melakukan peningkatan kinerja manajemen organisasi ini tidak lain memang untuk meningkatkan kontribusi kami bagi kemaslahatan bangsa dan negara kita.
Kami juga menyampaikan terima kasih kepada Prospera dan JICA, yang juga menjadi bagian dari partner program ini.
Ini para peserta saya minta membuka pikiran selebar-lebarnya untuk menyerap materi-materi yang diberikan dalam ini, karena segera sesudah ini Anda semua akan bertanggung jawab untuk menjadi Digital Leadership Academy lokomotif dari transformasi digital di lingkungan Nahdlatul Ulama, dan itu bukan pekerjaan kecil.
Karena untuk struktur Nahdlatul Ulama sendiri saja itu ada jajaran kepengurusan mulai di tingkat pusat PBNU, provinsi PWNU, kabupaten kota PCNU, kecamatan MWC, kemudian desa Ranting. Dan kami sudah hitung, Pak Menteri, jumlah personil kepengurusan dari pusat sampai ke desa di seluruh Indonesia ini di lingkungan organisasi NU sendiri, itu tidak kurang dari 2 juta orang pengurus. Mereka harus kita kelola semua.
Padahal di NU ini masih punya apa yang kami sebut sebagai badan-badan otonom yang dulu disebut organisasi-organisasi underbow, seperti Muslimat, Ansor, Fatayat, IPNU, IPPNU, dan lain-lain. Kami punya 14 organisasi semacam itu, dengan sebagian besar struktur yang sama dengan NU. Jadi, menjadi mirror structure dari NU. Kalau NU ini jumlah personelnya 2 juta, itu masing-masing banom itu jumlah personelnya 2 juta juga.
Jadi tinggal ngitung itu, 19×2 juta. Ini organisasi yang raksasa, dan ini, teman-teman peserta Digital Leadership Academy kali ini, akan menjadi yang pertama dari angkatan kepemimpinan Nahdlatul Ulama yang akan memimpin permulaan dari strategi transformasi digital kita.
Sekali lagi, terima kasih. Dan saya harap kepada, khususnya para peserta ini, untuk menyediakan dedikasi sepenuhnya untuk program ini, karena ini nanti akan sangat kita butuhkan di dalam menyukseskan agenda transformasi digital Nahdlatul Ulama. Terima kasih.
Wallāhul muwaffiq ilā aqwāmith tharīq. Wassalāmualaikum warahmatullāh wabarakātuh.
(Transkip Sambutan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dalam Pembukaan Pelatihan Digital Leadership Transformasi Digital di Lingkungan Nahdlatul Ulama “NU Digdaya” (Digitalisasi Data dan Pelayanan) yang digelar di Pusdiklat Kemenkominfo, Jakarta, 22 – 26 Juli 2024).