Hj. Sidrotun Naim adalah Wakil Sekretaris Jenderal PBNU masa khidmat 2022-2027, khususnya untuk tema pendidikan, inovasi, dan hubungan internasional. Pengalamannya yang luas dan mendalam di bidang pemberdayaan lingkungan, masyarakat, serta tata kelola kebijakan publik makin terasah dengan khidmah untuk kemaslahatan umat melalui PBNU.
Sebelumnya Ia adalah jamaah dan Pengurus PCINU Amerika Serikat dan Kanada (2009-2016), serta ikut aktif dalam pengajian yang menjadi cikal bakal lahirnya PCINU Australia dan Selandia Baru (2004-2005).
Ibu dari satu orang anak laki-laki, Sidrotun Naim lahir pada 29 Mei 1979 dari Ibu Hj. Siti Muslichah (almh.) seorang Ibu rumah tangga yang bersahaja dan Bapak H. Abidullah (alm.), yang mengabdikan 40 tahun hidupnya sebagai PNS Guru Agama. Sidrotun adalah anak ke tujuh dari sebelas bersaudara.
Sebagai akademisi sekaligus praktisi yang memiliki cakupan pengalaman lintas sektoral baik di ranah publik maupun swasta, Sidrotun Naim adalah sosok yang unik dan lengkap. Pengalaman profesionalnya mencakup di perusahaan tambang, industri jasa keuangan, NGO lingkungan, dan start-up udang nasional. Pengalaman industri tersebut mendorongnya untuk menjadi dosen dan Kepala Program Studi MBA di Institut IPMI.
Keahliannya adalah inovasi dan dampak sosial, dengan tema besar ESG (Environment, Social, Governance) yang menjadi standar baru dalam praktik bisnis. Mata kuliah yang diampu adalah etika bisnis, kepemimpinan, pengambilan keputusan, consulting, dan pendidikan agama. “Di IPMI, mahasiswa dari berbagai agama resmi di Indonesia, berada dalam satu kelas sehingga sebagai dosen pengampu, saya harus belajar tentang spiritualitas dan keimanan dari tradisi-tradisi yang berbeda,” ujarnya kepada Majalah Risalah NU di Jakarta, Senin 30 Desember 2024.
Baginya, berkhidmah di NU adalah mencari barokah agar dihitung sebagai santri Mbah Hasyim dan didoakan beliau. “Mau mengandalkan amalan sendiri kok ya ndak mungkin, wong hari ini saya sanggup berdiri lebih karena aib-aib ditutupi-Nya. Maka bisanya berharap dari doa orang tua, para orang shalih seperti Hadratusy Syekh saja,” urainya.
Dia juga menambahkan, mengapa Ketua Umum PBNU sangat menekankan tentang koherensi, dan ia ingin menjadi bagian dari membangun koherensi gerakan. “Dalam beberapa survei terbaru, 50% lebih masyarakat Indonesia mengasosiasikan dirinya dengan NU. “Karena itu sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat NU dalam berbagai bidang, karena artinya kita bersama-sama membantu menyelesaikan 50% tantangan Indonesia. Indonesia Maju, Indonesia Hebat hanya mungkin tercapai jika NU Maju, NU Hebat. Maka PBNU menjadi contoh untuk Maju dan Hebat dulu.”
Dikenal sebagai ‘Dokter Udang’, bersama CeKolam.id, inovasinya melahirkan paten yang telah dipasarkan dalam skala industri untuk mendukung stabilitas industri udang nasional agar tidak gagal panen atau kalah bersaing. “Banyak petani, nelayan, petambak itu para nahdliyin semua. Semoga sumbangan kecil kami untuk meminimalkan risiko gagal panen, dapat menyejahterakan petambak,” harapnya.
Selain istiqomah di jalur keahliannya, saat ini Sidrotun Naim tercatat sebagai mahasiswa program S3 di UIN Jakarta, dengan disertasi tentang Kiai Idris Jamsaren Solo, tokoh awal Tarekat Syadziliyah di nusantara, “Boleh jadi karena leluhur dan keluarga besar lebih banyak berkecimpung sebagai pejuang, ulama, guru agama dan wirausahawan, tanpa saya rencanakan yang bagaimana, akhirnya setelah perjalanan panjang pendidikan, ujungnya ke UIN.
Riwayat pendidikannya secara lengkap, setelah menyelesaikan pendidikan dasar sampai menengah serta pendidikan madrasah di Kota Solo, Sidrotun melanjutkan pendidikan S1 di ITB, kemudian S2 di Universitas Queensland (Kelautan) dan Universitas Harvard (Kebijakan Publik dan Administrasi Publik) serta S3 di Universitas Arizona (Kesehatan Udang dan Lingkungan).
Sidrotun banyak meraih penghargaan nasional dan internasional untuk karya dan dedikasinya. Termasuk dari UNESCO, dari Pemerintah Indonesia, serta swasta internasional maunpun nasional. Saat lulus dari Harvard tahun 2016, Sidrotun adalah satu satu lulusan terbaik yang mendapat penghargaan.
“Saya tidak pernah mengejar penghargaan atau pengakuan. Kebahagiaan yang tak terungkap dalam kata itu ketika petambak atau umat secara umum tersenyum, punya penghasilan cukup, anak-anaknya gembira. Inilah ilmu untuk kemaslahatan. Saya ga ngerti dan ga bisa kalau lewat jalan lain, bisanya lewat inovasi. Nambang, nambak, dan apapun itu, untuk umat dan kemaslahatan,” pungkasnya. (hud).