Risalah NU Edisi 28

Rp15,000.00

Description

MEMBANGUN INDONESIA DENGAN SEMANGAT SUFISME

Pada Risalah edisi 28 bahasan utamanya adalah terkait membangun Indonesia dengan semangat Sufisme. Meskipun hampir mirip dengan judul edisi sebelumnya akan tetapi edisi kali ini lebih ditekankan pada membangun umat Indonesia, kalau sebelumya umat dunia. Mengapa lagi-lagi ulama tetap menjadi bahasan utama dan menarik, karena memang kenyataannya tanpa peran ulama konflik tidak akan selesai. Betul tidak?…

Islam masuk ke Indonesia diperkirakan melalui jalur sufistik yang sejalan dengan jiwa Hindu pada masyarakat kala itu. Masuknya Islam melalui pedagang-pedagang asal Yaman dan Gujarat (India) menandai bersamaan pula masuknya tarekat dan sufisme di Nusantara. Karena di negeri itu gudang tarekat. Beberapa tokoh yang dianggap sebagai perintis ajaran tarekat di Indonesia diantaranya adalah Wali Songo, Hamzah Fansuri (w.1590), Syamsuddin al Sumatrani (w.1630), Nuruddin al Raniri (1637-1644), Syekh Yusuf al Makasari (1626-1699), Abdul Basir al Dharir al Khalwati alias Tuang Rappang I Wodi, Abdul Shamad Al-Falimbani, Syaikh Arsyad Al-Banjari, Syekh Ahmad Khatib Sambas (w.1873), Syekh Abdul Karim al Bantani, Kyai Thalhah dari Cirebon, dan Kyai Ahmad Hasbullah dari Madura.

Tiga nama terakhir, yakni Syekh Abdul Karim al Bantani, Kyai Thalhah, dan Kyai Ahmad Hasbullah adalah murid-murid dari Syekh Ahmad Khatib Sambas. Ketiganya bertemu dan belajar di Makkah.

Islam begitu cepat menyebar di Indonesia karena masuk dengan wajah damai, seperti yang diperlihatkan para wali. Mereka tidak memusuhi yang berbeda agama dan faham. Dalam istilah Rais Am PBNU K.H. Achmad Siddiq, yang ada dalam benak sufisme adalah, semua adalah hamba Allah (ibadullah) yang sama dan harus saling menyinta untuk merajut kehidupan dunia yang lebih baik.

Penyebaran Islam ke Indonesia bersamaan dengan merebaknya kehiduan sufistik di Timur Tengah dengan bendera sejumlah tarekat. Arraniri di Aceh menyebarkan tarekat Rifa’iyyah. Sebelumnya, Hamzah Fanshuri mengembangkan tarekat Syattariyah. Dalam Muktamar JATMAN tahun 1989 di Mranggen, Purwodadi, Jawa Tengah, direkomendasikan bahwa seluruh pimpinan NU baik di pusat hingga daerah diharapkan bergabung dalam tarekat.

Hal ini penting, karena NU merupakan organisasi keagamaan yang menuntut pimpinannya seorang yang selalu mendekatkan diri kepada Allah. Meski rekomendasi itu tak bergaung, tapi berjalan pasti. Sebab, warga NU tak bisa melepas dari tarekat. Kini, budaya indah tarekat dicobatularkan untuk bisa membenahi dan mengobati penyakit sosial masyarakat. Misalnya, ketika fatwa korupsi tak lagi mempan menghentikan aksi korup, tarekat ditawarkan. Bisakah?

Dalam laporan utama, terdapat berita tentang pentingnya menjaga kekompakan, solidaritas, khususnya para negarawan yang sering konflik. Momentum hari raya inilah yang tepat untuk menjaga hal tersebut. Tahun 2011 ini, khususnya 17 Agustus 2011 M yang bersamaan dengan 17 Ramadhan 1432 H merupakan keistimewaan bulan tersendiri yang tidak akan terjadi pada tahun berikutnya.

 

Selamat Membaca dan beli…

Reviews

There are no reviews yet.

Be the first to review “Risalah NU Edisi 28”

Your email address will not be published. Required fields are marked *