Deskripsi
“LENYAPNYA SURAU KAMI”
Risalah NU edisi 33 mengangkat tema tentang masjid atau surau yang berubah fungsi. Lho kok bisa?…begini ceritanya, surau telah berubah. Senyap. Tinggal suara azan yang tersisa di pengeras suara dengan alasan menganggu orang lain. Usai salat mereka ngeloyor pergi. Tak ada wirid dan doa bersama. Tak ada lagi maulid nabi dan isra mikraj dan bahkan mulai disudutkan dengan dianggap bid’ah. Mereka kemudian diperkuat sejumlah anak muda fanatis, berjanggut, berjidat kehitaman yang tak pernah ramah. Trus? …
Sementara jemaah yang ingin mempertahankan budaya surau ini terpaksa menyingkir sendiri. Mereka yang berjasa membangun surau ini terpaksa menjauh karena bertahan keyakinan dan kalah bersaing dengan pendatang yang lebih matang atau disiapkan ‘berperang’. Itulah surau kami yang hilang karena kegagapan kami menghadapi perubahan. Kami serahkan anak-anak kami di kota dan dididik pemahaman agama yang kemudian justru menganggap sesat kami. Inilah problema kami, yang tentu banyak surau dan masjid yang memiliki nasib sama dengan surau kami.
Cara terbaik terkait dengan nasib surau ini, sebaiknya, masyarakat segera mensertifikatkan wakaf surau mereka agar tidak mudah diaku orang lain. Harus ada keberanian berterus terang bahwa warna ibadah musalla ini adalah ahlussunnah wal jamaah atau NU, sehingga bagi yang beda dan mau masuk harus mau menyesuaikan diri. Kita perlu persiapkan diri dan berani menghadapi debat terbuka dengan mereka.
Yang terakhir, kita harus menyatukan diri dalam wadah surau dan langgar berbasis faham ahlussunnah wal jamaah seraya menggemakan suara bahwa surau kita tetap tegak dan tak siapa pun boleh mengubahnya.
Selain soal surau, dalam rubrik Bahsul masail, kami mengangkat soal khitan perempuan yang merupakan hasil keputusan muktamar NU di Makassar 2010 yang perlu dipublikasikan. Sementara dalam tarikh, kami mengangkat tokoh NU dari Tapal Kuda tepatnya daerah Situbondo Jawa Timur yang meninggal di Mekkah yaitu KH. Ach. Sufyan Miftahul Arifin. Seorang tokoh NU, pimpinan pesantren dan pimpinan Tarekah Naqsyabandiyah. Ia berjuang, melakukan advokasi, edukasi terhadap masyarakat sampai akhir hayatnya tanpa pamrih. Semoga segala amal kebaikannya diterima Allah SWT.
Khutbah Jum’at mengurai tentang hal-hal yang harus dilakukan ketika berpuasa yaitu keikhlasan, muqarabah (Puasa mendidik sikap merasa diawasi dan dilihat oleh Allah) dan kesabaran. Dan masih banyak berita-berita yang lain yang tentunya menarik, faktual sesuai dengan perkembangan zaman.
Ulasan
Belum ada ulasan.