Risalah NU Edisi 74

Rp15,000.00

Deskripsi

ZIKIR KEMBALI MASUK ISTANA

Risalah NU edisi 74 tahun 2017 mengakat judul tentang zikir yang masuk Istana. Tema ini sengaja kami bahas lantaran acara zikir akbar yang digelar ormas hubbul wathan sempat membuat mata terbelalak lantaran ribuan orang dengan seragam serba putih dan sarungan masuk istana tanpa pengawalan yang ketat. Ada apa dengan zikir?…simak ulasananya

Sejumlah ulama mendeklarasikan berdirinya Majelis Zikir Hubbul Wathan, sebuah majelis zikir yang diisi khataman Al-Quran dan zikir mujahadah lainnya. Majelis itu dipimpin KH Mustofa Aqil, adik kandung Ketua umum PBNU KH Said Aqil Siroj, pengasuh Pondok Pesantren Kempek Cirebon. Ia juga menantu KH Maimoen Zubeir, ulama besar asal Sarang, Rembang, Jawa Tengah.

Majelis Zikir Hubbul Wathan akan mengisi acara zikir rutin di istana. Majelis ini didirikan tak lain untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kekuasaan adalah amanah yang harus dijaga. Kekuasaan yang liar yang tidak mendapat petunjuk Allah, akan berbahaya dan tidak akan mendapatkan keberkahan. Berkahnya kekuasaan adalah makmurnya negeri, terangkatnya kehidupan rakyat, berdirinya keadilan, munculnya rasa sayang sesama, ketenangan, kedamaian, dan lain sebagainya.

Kekuasaan memang harus selalu dipandu agama. Bung Karno harus membangun masjid Baitur Rahim di lingkungan istana atas desakan ulama-ulama NU yang berhimpun tahun 1954 yang menetapkannya sebagai waliyul amri dlaruri bisy-syawkah. Dengan demikian, siapa pun yang menentang kekuasaan waliyul amri dianggap bughat (pemberontak) dan bisa diserang. Gelar itu telah membuat Kartosuwiryo tersudut karena ia dianggap melawan salah satu simbul agama. “Taatlah kepada Allah, Rasul-Nya, dan ulil amri dari kalian,” firman Allah.

Hari besar Islam lantas dilaksanakan. Peringatan Maulid Nabi Muhammad, Isra Mi’raj Nabi Muhammad, dan Nuzulul Quran yang dilaksanakan di Istana Merdeka. Bung Karno selalu menyampaikan pidato pemikiran keagamaannya yang bernas melalui peringatan hari besar itu. Dan Bung Karno kemudian membangun Masjid Istiqlal yang memberi makna kuat akan agama dalam kekuasaan yang digenggamnya.

Maka, ketika ketenangan Jokowi terusik, maka ia kembali melirik aktifitas keagamaan yang menyejukkan itu. Sekumpulan orang-orang tulus yang tak pernah melontarkan kebencian melalui mata dan lisannya adalah pilihan terbaiknya. Ia ingin istana yang dibangun Belanda abad 18 ini menjadi semakin sejuk dengan zikir, selawat, dan pembacaan ayat suci Al-Quran. Pilihan itu layak jatuh kepada NU sebagai ormas Islam terbesar yang tradisi kegamaannya mengakar kuat di negeri ini. Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

Selain itu, tentu tim redaksi menyajikan rubrik yang tidak kalah menariknya seperti pengajian tasaawur, taqorub, nusiana, annisa, dan lain sebagainya.

Ulasan

Belum ada ulasan.

Jadilah yang pertama memberikan ulasan “Risalah NU Edisi 74”

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *