Rumah Sakit Indonesia di Gaza menjadi Rumah sakit terakhir yang beroperasi di Gaza Utara dan dengan adanya invasi Israel ke Rumah sakit tersebut, fasilitas medis di Gaza kini lumpuh.
Usai memporak-porandakan Rumah Sakit Al-Shifa, yang merupakan Rumah Sakit terbesar di Gaza, Tentara Israel kembali berulah dengan menghancurkan Rumah sakit terakhir yang masih beroperasi melayani pasien di Gaza Utara, yaitu Rumah Sakit Indonesia. Tindakan bengis yang dilakukan pemerintah Israel tersebut membuat fasilitas medis di Gaza Utara lumpuh total. Selain itu, 12 orang juga meninggal dunia dalam agresi yang dilakukan Israel ke Rumah Sakit Indonesia tersebut. Korban tewas tersebut gabungan antara pasien dan staf medis. Selain itu, menurut laporan tiga warga Indonesia juga hilang kontak dalam agresi tersebut.
Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi mengutuk keras serangan tersebut. Ia menyatakan bahwa serangan tersebut melanggar hukum humaniter internasional. Seluruh negara, terutama yang memiliki hubungan dekat dengan pemerintah Israel harus menggunakan seluruh pengaruh dan kapabilitasnya untuk menghentikan kegilaan Israel di Gaza.
“Indonesia mengutuk sekeras-kerasnya serangan Israel ke Rumah Sakit Indonesia di Gaza yang menewaskan sejumlah warga sipil,” kata Retno saat konferensi pers virtual, seperti dikutip dari CNBC Indonesia.
Selain itu, Dirjen organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus juga turut mengecam serangan tentara Israel tersebut. Dirjen WHO asal Ethiopia tersebut menyatakan bahwa perawat dan warga sipil tidak boleh menjadi sasarqan saat konflik, apalagi ketika sedang berada dalam Rumah Sakit.
Akan tetapi, tindakan Israel menyerbu rumah sakit di Gaza tersebut dibela oleh rezim Zionis Israel. Dalam brifing militer pada awal bulan, Jubir Militer Israel, Daniel Hagari menyatakan bahwa Hamas membangun Rumah Sakit Indonesia untuk menyembunyikan fasilitas teror bawah tanah mereka. Hagari juga menunjukkan sebuah percakapan telpon yang menyatakan mereka mengunakan cadangan bensin milik RS Indonesia. Akan tetapi, klaim tersebut tidak dapat dibuktikan.
Israel sendiri terus menggencarkan aksi militernya di Gaza usai serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober lalu. Sebanyak 12.000 warga Palestina dan 1400 warga Israel diyakini tewas akibat konflik sejak 7 Oktober lalu. Israel sendiri tidak pandang bulu dalam melakukan penghancuran. Seluruh bangunan yang seharusnya dilindungi seperti sekolah, rumah sakit, masjid dan gereja, turut dihancurkan oleh rezim zionis tersebut.
RS Indonesia sendiri dibangun pada tahun 2016 dengan menelan biaya mencapai 9 Juta Dollar AS, yang mana sumber dananya berasal dari pemerintah dan masyarakat Indonesia. Terletak tepat diluar Kamp Pengungsi Jabaliya, Gaza Utara di atas lahan seluas 1,4 Hektar. Di dalamnya terdapat 140 ranjang pasien dengan sebanyak 400 warga Palestina bekerja sebagai staff dibantu sejumlah relawan asal Indonesia. Rumah Sakit ini sendiri diyakini melayani 250 pasien per hari usai diresmikan dan menjadi Rumah Sakit terbesar kedua di Gaza usai RS Al-Shifa.
SITUASI MENCEKAM
Serangan atas RS Indonesia sendiri menciptakan sebuah situasi mencekam tersendiri. Salah satu perawat disana, Marwan Abdallah, seperti dikutip dari Guardian, menyatakan bahwa pasien dan tenaga medis sangat ketakutan ketika mereka bisa melihat tank Israel secara jelas dari jendela dan sniper Israel terlihat dari atap bangunan sebelah gedung Rumah Sakit. Abdallah dan Kementerian Kesehatan Palestina, menyatakan bahwa sebuah granat meledak di lantai dua dan ledakan dari granat tersebut diyakini membunuh 12 orang dan melukai ratusan orang.
Jubir Kemenkes Palestina menyatakan bahwa 200 orang dari RS Indonesia telah dievakuasi menggunakan bus ke RS Nasser di selatan wilayah Khan Younis, Gaza, dengan bekerja sama dengan Palang Merah Internasional. namun masih terdapat 400 orang yang terjebak disana dan sedang berusaha dievakuasi setiap harinya oleh pemerintah Hamas di Gaza. Warga sipil di Gaza sendiri banyak yang berlindung di rumah sakit untuk menghindari kebrutalan serangan Israel, namun ternyata pemerintah Israel melalui tentaranya, tidak begitu memperdulikan aturan hukum internasional dan secara membabi buta menghancurkan Rumah Sakit dengan alasan Hamas berlindung di balik kedok Rumah Sakit. Tudingan yang hingga hari ini masih belum bisa dibuktikan.
Adapun, terdapat tiga Warga Negara Indonesia yang hingga saat ini masih hilang kontak usai kebiadaban Invasi Israel di RS Indonesia. Menlu Retno Marsudi sendiri terakhir masih mengupayakan untuk menghubungi ketiga WNI tersebut melalui jalur Perserikatan Bangsa-Bangsa, namun informasi yang diperoleh sejauh ini masih sangat minim. Ketiga WNI tersebut masing-masing adalah Fikri Rofiul Haq, Reza Aldilla Kurniawan dan Farid Zajabil Al-Ayubbi. Ketiganya adalah relawan yang bekerja di RS Indonesia.
Komisaris Tinggi PBB untuk urusan Hak Asasi Manusia (OHCR) sendiri menyatakan bahwa invasi Israel ke fasilitas medis sudah dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang. Ada tiga hukum perang yang sudah dilanggar Israel sejak agresi ke Gaza usai invasi Hamas pada 7 Oktober lalu, yaitu Hukum Humaniter Internasional, Statuta Rima soal peperangan dan Konvensi PBB tentang senjata konvensional tertentu tahun 1980 yang mengatur larangan senjata tertentu dalam peperangan.
“Ada bukti yang jelas bahwa kejahatan perang kemungkinan telah dilakukan” bunyi dari pernyataan OHCR dalam rilis resmi publikasi mereka pada tanggal 10 Oktober lalu, seperti dikutip dari CNNIndonesia.com.
GENCATAN SENJATA SEMENTARA
Adapun, berdasarkan informasi terakhir ketika tulisan ini dibuat, Pemerintah Israel dan Hamas setuju untuk melakukan gencatan senjata singkat selama empat hari. Dalam kesepakatan tersebut, kedua belah pihak sepakat untuk melakukan pertukaran 50 sandera Israel dengan 150 warga Palestina yang dipenjara oleh Israel. Selain itu, kedua pihak juga menyetujui masuknya lebih banyak bantuan kemanusiaan menuju wilayah Gaza, termasuk bensin, makanan dan obat-obatan. Kesepakatan yang dimediasi oleh Qatar dam Amerika Serikat ini disambut positif oleh berbagai pihak, termasuk presiden AS, Joe Biden.
Akan tetapi, ini jelas bukanlah akhir dari konflik, karena kita tahu bahwa usai empat hari, pepernagan akan kembali terjadi dan warga sipil akan menjadi korban. Tentu diperlukan lebih banyak tekanan dari dunia internasional terhadap pemerintah Israel untuk menghentikan invasi berlebihan, terutama yang menarget masyarakat sipil. Langkah ini tentu hanya bisa terwujud apabila pihak Amerika Serikat berhenti membabi buta dalam membela Israel dalam setiap kejahatan perang yang mereka buat. Dihancurkannya RS Indonesia dan juga RS lainnya, seperti Al-Shifa, Baptist Al- Ahli serta RS lainnya di Gaza Utara membuktikan bahwa Israel akan melakukan segala cara untuk bisa melumpuhkan Hamas, termasuk mengorbankan kepentingan publik. tindakan biadab pemerintah Israel ini tentu tidak bisa dibiarkan lolos begitu saja dan harus ada sanksi atas tindakan tersebut. Disini kita bisa berharap pemerintah Indonesia bisa melobi PBB agar bisa memberikan sanksi yang keras untuk Israel dan meminta Pemerintah AS untuk tidak memveto setiap langkah untuk memberikan sanksi pada Israel. Karena jika hal seperti ini terus dibiarkan, pemerintah Israel akan semakin merasa diatas hukum dan bisa bertindak semaunya sendiri tanpa mengindahkan hukum internasional. (Kharizma)