AL-QUR’AN MENJADI PEGANGAN DAN HIDAYAH BAGI SEMUANYA

0

Tausiyah Rais Aam PBNU – KH Miftachul Akhyar

Sebuah momentum emas pada hari ini digelarnya tasyakur atas terbitnya tafsir Quran bil Qur’an atau tafsir ayatil ahkam bil quran bernama Tafsir Hidayatul Quran empat jilid yang merupakan sebuah kebanggaan khususnya Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan.  

Firman Allah SWT dalam Surat Al Furqan ayat 30:

وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوراً

Artinya:

“Berkatalah Rasul: Wahai Rabbku sungguh kaumku telah menjadikan Al Qur’an ini “Mahjura” (sesuatu yang diabaikan)”.

Kanjeng Nabi Muhammad SAW matur Gusti Allah SWT, Gusti kaum kulo mereka-mereka yang dituruni al-Qur’an, Quran ingkang menjelaskan tata kehidupan, mereka tentang Qur’an yang memberikan penerangan-penerangan demi kebaikan mereka, Quran petunjuk bagi mereka, dasar kehidupan mereka, ternyata mereka melakukan persekongkolan (kesepakatan) untuk meninggalkan al-Qur’an.

Lha, niki mboten main-main, laporane Kanjeng Nabi dumateng Gusti Allah, kalau yang umum meninggalkan bacanya, meninggalkan untuk mendengarkannya, meninggalkan untuk memahaminya, meninggalkan untuk mengamalkannya, meninggalkan untuk tadabur dan tafahum, ini yang umum.

Mungkin pikiran kelompok yang meninggalkan baca Qur’an, lebih baik baca watshap (WA) daripada baca Qur’an. Apalagi, sekarang situasi-situasi di WA yang penuh dengan hoaks, ini ada di mana-mana, sehingga memilih baca wa ketimbang al-Qur’an. Meninggalkan istima dari al-Qur’an bahkan meninggalkan amal, mengamalkan isi al-Qur’an. Bahkan meninggalkan tadabbur Al Qur’an, dan banyak sekali ini modelnya.

Tapi ini kelompok yang ringan-ringan, sedangkan yang berat adalah itakadul hazdal Qur’an mahjuro, membuat sebuah persekongkolan untuk meninggalkan al-Qur’an. Dianggap al-Qur’an itu isinya sihir, kebatilan. Jadi betul-betul menolak. Anda semua jangan kaget yang kita hadapi sekarang macam-macam. Kalau yang kelompok jenis kedua tadi masih lebih mudah kita ajak, tapi yang kelompok pertama betul-betul itakadul hazdal Qur’an.

Tugas menyampaikan al-Qur’an sebagaimana janji Rasulillah SAW tidak akan pernah berhenti. Gusti Allah sudah mengingatkan;

مَاۤ اَنۡزَلۡـنَا عَلَيۡكَ الۡـقُرۡاٰنَ لِتَشۡقٰٓى

(Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah).

Wahai Nabi Muhammad, Kami, yakni Allah melalui Jibril, tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar engkau menjadi susah akibat ditolak dan dimusuhi kaummu atau dituntut untuk melaksanakan kewajiban di luar batas kemampuanmu.

 

Artinya semua ini sudah ada penjelasan-penjelasan daripada al-Qur’an, Wa mā min dābbatin fil-arḍi illā ‘alallāhi rizquhā wa ya‘lamu mustaqarrahā wa mustauda‘ahā, kullun fī kitābim mubīn(in).

Artinya: Tidak satu pun hewan yang bergerak di atas bumi melainkan dijamin rezekinya oleh Allah. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya.350) Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauhulmahfuz). (QS Hūd [11]:6).

Kanjeng Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam karena beliaulah satu-satunya orang yang dipercaya Allah untuk menyampaikan Al qur’an sehingga disebut Rasul (utusan) karena apa tugas untuk menyampaikan al-Qur’an. Sampai sekarang mulai al Qur’an diturunkan sampai sekarang tidak ada kelompok atau perorangan yang mengaku “Sayalah yang membawa al-al Qur’an dan menyampaikan Al Quran” sampai sekarang, maka nyatalah Rasulullah yang ditugasi untuk menyampaikan al-Qur’an.

Baca Juga :  Hentikan Konflik Ciptakan Kehidupan Masyarakat Global yang Harmoni

Nggak ada satupun yang mengklaim sebagai yang diutus untuk menyampaikan al-Qur’an. Sedangkan yang disampaikan itu nggak ada satupun yang lepas dari bahasan-bahasan al-Qur’an.

Suatu ketika Kanjeng Nabi baru pindah ke Madinah, memberi arahan kepada para sahabat-sahabat termasuk kaum Muhajirin dan terutama sahabat Ansar. Arahannya berupa, kalau kalian para petani kurma ingin kurma kalian berbuah lebat dan panen raya, maka kurma biarkan jangan dikawinkan. Padahal ilmu mereka dari nenek moyang selalu mengawinkan kurma, kalau ingin kurma ini berbuah ya dikawinkan. Tapi Kanjeng Nabi memberi saran jangan di kawinkan.

Akhirnya karena ini perintah Kanjeng Nabi, walaupun sahabat-sahabat ngerti ilmu pertanian tentang kurma, cara bagaimana kurma ini bisa berbuah dan panen itu sudah dimiliki sejak nenek moyang, tapi Kanjeng Nabi perintah sesuatu yang lain yakni tidak dikawinkan. Karena perintah Kanjeng Nabi kalau tidak dilaksanakan ya merasa dosa, tapi dilaksanakan bagaimana wong ilmunya tidak seperti ini. Akhirnya dilaksanakan dan kurma dibiarkan.

Begitu dibiarkan waktu panen kurma ini rusak (gagal panen). Akhirnya sahabat-sahabat matur Ya Rasulullah, kami gagal panen. Padahal kata-kata panjenengan sudah kami praktikkan tapi ternyata kurma ini mengalami kegagalan. Akhirnya Kanjeng Nabi dawuh antum a’lamu biumuri dunyakum (Kalian lebih tahu dengan urusan duniamu).

Pertanyaannya, apakah salah Kanjeng Nabi menyarankan seperti itu? karena Kanjeng Nabi Rasul yang diutus didalam Qur’an menyampaikan Mafarodna fil Qur’an min syai’ (Tidak ada satupun yang kosong yang tertinggal dari penjelasan al-Qur’an), semua ada. Termasuk cara mengawinkan kurma juga terkandung dalam penjelasan al-Qur’an. Tapi karena mereka wau niku tanggung melaksanakan perintah Kanjeng Nabi karena ilmunya sejak nenek moyang itu yang diterima ya seperti itu, akhirnya gagal. Nah, karena gagal, Kanjeng Nabi mengembalikan pada tradisi atau ilmu yang selama ini mereka lakukan dengan dawuh antum a’lamu bil umuriddun ya.

Hadis ini bukan berarti Kanjeng Nabi tidak ngerti tentang urusan duniawiyah, antum a’lamu bil umuriddun ya, Kanjeng Nabi hanya diutus untuk urusan agama, urusan duniawiyah tidak, padahal Kanjeng Nabi yang membawa Al-Qur’an, yang di situ disebutkan tadi mafarodna fil kitab min syai’. Nggak ada satupun yang lepas dari penjelasan, sedang Kanjeng Nabi yang membawa risalah quraniah.

Baca Juga :  Ngaji Qonun Asasi NU Bareng Gus Yahya (4)

Lalu maksudnya bagaimana? begini, karena sosok Kanjeng Nabi bisa dikatakan sosok yang identik atau seorang nabi yang sudah purna menyampaikan semua isi al-Qur’an. Yang disebutkan Al Qur’an “Qul lau kanal bahru midadal li kalimati robbi la nafidal bahru qobla an tanfada kalimatu robbi wa law ji’na bi mitslihi madada”.

Artinya: “Katakanlah, ‘Kalau sekiranya laut menjadi tinta untuk kalimat-kalimat Tuhanku maka sungguh habislah laut itu sebelum habis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu pula.’” (Surat Al-Kahfi Ayat 109)

Ayat ini turun lantaran sementara orang Yahudi menanggapi firman Allah, “Kamu tidak diberi pengetahuan kecuali sedikit” (QS al-Isra [17]: 85) dan menyatakan, “Kami telah diberi Taurat, dan siapa yang diberi Taurat maka dia telah dianugerahi kebajikan yang banyak.” Kemudian turunlah ayat ini. Ayat ini seakan-akan ingin berkata, “Memang di Taurat itu banyak kebaikan dan anugerah, tapi itu baru setetes dari lautan kalimat Allah.”

Ayat ini juga menyatakan sebab musabab memang menjadi sunatullah dalam kehidupan kita di dunia ini, ya ini yang kita lakukan. Tapi ada yang lepas daripada hukum kausalitas, lepas daripada hukum sabab musabab, langsung dikehendaki diri Allah.

Ini ilmu yang ingin diajarkan Kanjeng Nabi kepada para petani-petani kurma. Coba suruh pasrah kepada Gusti Allah tanpa ikhtiar tapi total, kalau setengah-setengah gagal kalian. Apa itu Kanjeng Nabi? Biarkan saja, kurma itu jangan dikawinkan tapi totalitas keyakinanmu. Gusti Allah kuasa yang membuahkan kurma yang tanpa melalui perkawinan. Ilmu yang ingin diajarkan di mata Kanjeng Nabi. Tapi karena sudah terpanjang dengan ilmu dan tradisi nenek moyang mereka, maka kurmanya nggak akan berbuah sehingga tidak ada totalitas alias gagal panen.

Kemudian, Kanjeng Nabi mengembalikan kalau begitu, urusan duniamu ya hanya dunia yang sabab musabab. Kalau begitu duniamu adalah dunia yang hukum kausalitas. Jadi, kalau kita bicara tentang kesempurnaan al-Qur’an kita tidak boleh melepas bagaimana sosok Kanjeng Nabi Muhammad SAW yang dipercaya Gusti Allah ditunjuk sebagai Rasul penyampai al-Qur’an.

Baca Juga :  GKMNU adalah Gerakan Pengabdian NU pada Umat

Kanjeng Nabi pernah dawuh dalam salah satu hadis, beliau meminta kepada pembantunya bernama Ummu Malik. Di suatu riwayat yang lain Beliau meminta kepada pembantunya yang lelaki untuk membawakan sempole wedus. Karena Kanjeng Nabi paling seneng makan sempole wedus.

Setelah menyembelih kambing Kanjeng Nabi minta dibawakan Sempol kambing dan kemudian Kanjeng Nabi minta dibawakan sempol yang ketiga kalinya. Akhirnya sahabat yang melayani ini bilang “Ya Rasulullah ma laisyat illa ziroan” semua kambing sempolnya hanya dua. Lha inilah ilmu yang mau diajarkan kepada petani-petani Kurma, bahwa ada kekuatan di luar itu yang bukan menjadi sunatullah di permukaan bumi ini.

Jadi, bagaimana karya tulis yang fenomenal ini bisa mewarnai kehidupan kita. Bukan sekadar kita baca, bukan sekadar kita dengarkan, tapi bagaimana bisa kita tadaburi bahkan kita tabikkan nggih. Syukur-syukur sampai istisyfa bil Qur’an, karena ulama itu kalau mengobati cukup pakai al-Qur’an karena totalitas sebuah keyakinan dumateng kekuasaanipun Allah Subhanahu wa Taala.

Ini yang digarap adalah dawuh-dawuhipun Gusti Allah di situ terjadi istimbat-istimbat ahkam syariah yang dijadikan sebagai pedoman-pedoman perilaku, tata laku, tata kehidupan ini. Luar biasa kita apresiasi dengan luar biasa karya beliau. Semoga lahir Kiai Afifudin yang lain, entah dari sini atau dari tempat yang lain. Sehingga betul-betul al-Qur’an menjadi sebuah landasan hidup kita.

Karena saat ini banyak orang yang meninggalkan al-Qur’an, menjadi kelompok-kelompok ima’ah, kelompok-kelompok ingkang latah, tidak terasa kalau perbuatan kita ini sebetulnya meninggalkan al-Qur’an. Karenanya, kita diingatkan oleh kitab Hidayatul Qur’an agar betul-betul al-Qur’an ini menjadi hidayah bagi semuanya. Barokahe kitab Hidayatul Qur’an, matur nuwun Kiai Afifudin atas karya-karyanipun yang bisa menggugah kita semua agar menghidupkan sebuah wawasan ilmiah melahirkan berbagai kader-kader terbaik terutama untuk menyongsong datangnya bonus demografi, kira-kira tahun 2035 nanti mencapai puncaknya. Mohon maaf dan terimakasih. Wasalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

 

(Tausiyah Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar pada lounching Kitab Tafsir Hidayatul Quran fi al-Qur’an bil al-Qur’an di PP Darul ‘Ulum, Jombang, Rabu, 10 Februari 2024).

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.