RISALAH NU ONLINE, SURAKARTA – Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta, menggelar Seminar yang bertema “KUA, Moderasi, dan Multikulturalisme di Indonesia” pada Selasa (19/3/2024) di UIN Raden Mas Said, Surakarta.
Tema ini diangkat dalam rangka mewujudkan gagasan KUA inklusif yang beberapa waktu lalu digagas oleh Menteri Agama untuk menjadikan Kantor Urusan Agama (KUA) tidak hanya melayani umat Muslim saja, namun sebagai pusat layanan bagi semua umat beragama.
“Alhamdulillah, antusias peserta membahas ide ini cukup tinggi. Terdaftar hampir 300 peserta, menunjukkan kegiatan ini penting dan ditunggu banyak kalangan,” sebut Dekan Fakultas Syariah, Muh Nashiruddin dalam sambutannya.
Rektor UIN Raden Mas Said Surakarta, Toto Suharto, dalam sambutannya, mengatakan bahwa Kementerian Agama memiliki target untuk menjadi kementerian yang inklusif. Salah satu bentuk insklusifitasnya adalah dengan menjadikan layanan Kementerian Agama bisa diakses oleh semua agama.
Menurut Toto Suharto, keinginan Kementerian Agama untuk lebih inklusif ini menjadikan gagasan pencatatan nikah di KUA oleh semua agama menjadi relevan. Toto Suharto menilai bahwa problematika yang muncul akhir-akhir sebenarnya lebih kepada kurang memahaminya beberapa pihak dalam menangkap ide cemerlang dari Menteri Agama.
“Oleh sebab itu, hal yang perlu dilakukan oleh semua pihak saat ini adalah menambah literasi di bidang keagamaan dan memahami maksud komunikasi Menteri Agama,” ujarnya.
Senada dengan Toto, Mustain Ahmad, salah satu pemateri, mengungkapkan bahwa gagasan ini meupakan bentuk keseriusan negara dalam menjaga multikulturalisme. “Negara hadir bagi semua, dan merawat kebersamaan. Terlebih Kementerian Agama RI memiliki niat untuk menjadi kementerian bagi semua agama,” ucapnya.
Tidak hanya dari kalangan muslim, dukungan untuk menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan kawin agama lain juga didukung Pendeta Yabat. Menurutnya dukungan itu tidak hadir secara personal, tetapi hadir secara organisasi. “Ini adalah momen terbaik untuk mengakhiri dualisme pencatatan yang sejauh ini seringkali merugikan teman-teman non muslim,” terangnya.
Pembicara terakhir, Halili Rais, menyatakan bahwa dukungan ini harus segera dikonkritkan. Langkah pembuatan regulasinya harus mulai disusun. Ini penting, menurutnya, karena tanpa ada regulasi yang jelas, maka ide ini akan kesulitan dalam pelaksanaannya.
“Terlebih soal pencatatan kawin ini melibatkan banyak kementerian yang semua harus segera dikonsolidasikan,” jelasnya.
Seminar menghadirkan sejumlah narasumber, yaitu: Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah Mustain Ahmad, Pendeta Yabat dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sukoharjo, Halili Rais mewakili Kanwil Kemenag Provinsi Yogyakarta, serta Alfarabi dosen UIN Raden Mas Said Surakarta. Selaku moderator, KH Ahmad Hafidz. (Yud)