Tanazul Solusi Tepat, Sarpras Wukuf Mina Terbatas

0

Puncak musim haji adalah wukuf di Padang Arafah. Tahapan wukuf ini dilaksanakan di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, sehari sebelum Hari Raya Idul Adha yang jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah. Wukuf di Arafah merupakan inti dari ibadah haji. Para jemaah haji akan berkumpul di Padang Arafah untuk berdoa, memohon ampunan dan merenungkan diri.

Wukuf di Arafah merupakan salah satu dari rukun haji, selain ihram, tawaf ifadah, sa’i, cukur, dan tertib. Jika seorang jemaah haji tidak melaksanakan salah satu dari rukun-rukun ini, maka hajinya dianggap tidak sah.

Jutaan manusia dari berbagai penjuru negara akan tumplek ble’k di padang arafah. Tahun 1445 Hijriah atau 2024 Masehi, jumlah jemaah haji Indonesia merupakan jumlah terbesar sepanjang sejarah penyelenggaraan haji di Indonesia. Kuota sebesar 221.000 jemaah dan tambahan 20.000 jemaah. Sehingga total jamaah haji Indonesia tahun 2024 berjumlah 241.000 orang.

Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Agama telah mengerahkan ribuan petugas penyelenggara ibadah haji (PPIH) di Arab Saudi. Petugas akan membantu dan melayani jemaah terutama Jemaah lansia dalam menjalankan ibadah wukuf. Berbagai antisipasi dan pelayanan ekstra jauh-jauh hari telah disiapkan agar jemaah nyaman dan khusuk saat ibadah.

Namun, jumlah antara jemaah dan petugas yang tak sepadan menyebabkan masih adanya jemaah yang terlantar dan tersesat. Belum lagi sarana dan prasarana kurang saat di Mina yang menyebabkan kepadatan terjadi seiring tidak digunakannya lagi maktab 1-9 di Mina Jadid (perluasan Mina), sehingga terdapat sekitar 27 ribu Jemaah yang dipindahkan ke area Mina. Tentu, membuat jemaah rela berdesak-desakan dan antri saat ibadah dan ke toilet. Belum lagi kendala bahasa dan cuaca yang sangat panas.

Hal inilah yang menyebabkan jemaah terutama lansia (lanjut usia) jatuh sakit dan memerlukan penanganan khusus, dari mulai petugas khusus lansia sampai layanan safari wukuf untuk jemaah yang sakit.

Atas dasar itulah, harian Syuriyah PBNU memberikan solusi yaitu tanazul sebagai langkah tepat merespons keterbatasan ruang saat wukuf di Mina. Keputusan ini diambil dalam musyawarah harian syuriyah di Jakarta pada Rabu 28 Mei 2024 lalu.

Tanazul adalah kembali ke hotel lebih dini pada hari-hari Tasyriq (11 – 13 Zulhijjah). Jemaah yang mengambil tanazul tidak menginap di tenda Mina, mabitnya dilakukan di sekitar area jamarat yang letaknya berdekatan dengan lokasi hotel tempat tinggal mereka. Kebijakan Tanazul diambil dalam rangka mengurangi kepadatan di Mina.

Secara hukum, terdapat perbedaan pendapat di kalangan fuqaha tentang hukum Mabit di Mina. Menurut Imam Malik, Syafi’i dan Imam Ahmad Ibnu Hambal, mabit di Mina hukumnya wajib. Sementara pendapat Imam Abu Hanifah dan qaul jadid Imam Syafi’i bahwa mabit di Mina hukumnya sunat. Bagi yang berhalangan karena uzur syar’i diperbolehkan tidak mabit di Mina.

Berdasarkan pertimbangan hukum di atas dan karena keterbatasan luasan tenda Mina dan sarana fasilitas umum, seperti toilet yang tidak memadai, serta mempertimbangkan kesehatan serta keselamatan jamaah, kebijakan pemerintah memberikan opsi tanazul bagi jemaah haji yang tinggal di Syiyah dan Raudhah ke Hotel, dan tidak mabit di tenda Mina merupakan langkah yang tepat.

Dalam rumusan hasil musyawarah Syuriah PBNU tersebut juga dijelaskan, jemaah haji yang pada hari tasyriq tanazul (kembali) ke hotel, dapat memilih pendapat berikut:

Pertama, Mabit di Mina hukumnya wajib, sehingga jamaah haji yang di-tanazul-kan pada malam hari dapat memasuki kawasan Mina untuk mabit dengan memenuhi kriteria mu’dhomul lail di area sekitar Jamarat dan minimal sebelum fajar berada di Mina sampai subu, sehingga bisa langsung lontar jumroh.
Kedua, Mabit di Mina hukumnya sunnah. Sehingga jamaah boleh tidak mabit di Mina dan tidak dikenakan dam
Ketiga, bagi jamaah yang tidak dapat melakukan mabit di Mina karena uzur, maka dapat mengikuti pendapat bahwa boleh dan sah serta tidak dikenakan membayar dam.

Musyawarah harian Syuriyah PBNU dipimpin Rais ‘Aam KH Miftachul Akhyar dan Katib Aam KH Ahmad Said Asrori. Musyawarah berlangsung secara hybrid, daring dan luring, diikuti KH. Afifuddin Muhajir, KH. Musthofa Aqiel Siraj, KH. Masdar F Masudi, KH. Sadid Jauhari, KH. Abd Wahid Zamas, KH. Kafabihi Mahrus, KH. M Cholil Nafis, KH. Muhibbul Aman Aly, KH. Nurul Yaqin, KH. Faiz Syukron Makmun, KH. Sarmidi Husna, KH. Aunullah A’la Habib, KH. Muhyiddin Thohir, KH. Moqsith Ghozalie, KH. Reza A Zahid, KH. Tajul Mafakhir, Habib Luthfi Al-Athas, dan KH. Abd Lathif Malik. Sementara hadir dalam musyawarah, perwakilan dari Kementerian Agama RI, Staf Khusus Menteri Agama RI Ishfah Abidal Aziz dan Direktur Bina Haji Arsad Hidayat.

Tiga esensi wukuf di Arafah;

1. Shilatul Iman (Keterhubungan Keimanan). Wukuf melambangkan ketauhidan dan keimanan, di mana jemaah haji dari berbagai belahan dunia bersatu dalam doa dan permohonan ampun kepada Allah SWT. Ini mencerminkan kesatuan iman dan pengakuan terhadap kebesaran Allah SWT.

2. Shilatul Arham (Keterhubungan Kemanusiaan). Wukuf memperkuat ikatan persaudaraan antar umat manusia, mengingatkan bahwa semua berasal dari satu nenek moyang, Nabi Adam AS.

Momen ini menekankan nilai-nilai kemanusiaan seperti tolong-menolong, kasih sayang, dan akhlak mulia.
3. Shilatul Hadharah (Keterhubungan Peradaban). Wukuf juga menjadi sarana pertukaran pengetahuan dan budaya antar bangsa, memperkaya wawasan tentang keberagaman peradaban dan kebesaran Allah yang menciptakan berbagai warna kulit dan bahasa.

Tiga hubungan ini sesuai dengan yang diisyaratkan oleh Allah SWT dalam QS Al Hujarat: 13 yang berbunyi:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.”

Inti dari wukuf di Arafah adalah makrifat, yaitu pemahaman dan penghayatan mendalam tentang penciptaan diri dan kebesaran Allah SWT. Jemaah haji diharapkan menyadari keterbatasan sebagai manusia, baik dalam usia, kekuatan fisik, maupun kemampuan berpikir, dan mengakui bahwa kehidupan dunia ini hanyalah sementara menuju kehidupan akhirat yang kekal.

Syarat Dokumen

Dilansir dari situs resmi Kemenag RI, berikut adalah daftar dokumen yang harus dimiliki oleh jemaah untuk melakukan wukuf di Arafah.

1. Paspor. Dokumen perjalanan internasional yang wajib dimiliki oleh setiap jemaah.
2. Visa haji. Visa khusus untuk melaksanakan ibadah haji, bukan visa jenis lain. Visa ini menjadi syarat utama untuk bisa melakukan wukuf di Arafah.
3. Smart card. Mulai tahun ini, Arab Saudi mengeluarkan Smart Card yang harus dimiliki oleh setiap jemaah. Smart Card ini berfungsi sebagai alat identifikasi saat memasuki wilayah mashaer (Arafah, Muzdalifah, dan Mina).

Sebagai tambahan, Smart Card diaktivasi oleh petugas Maktab secara bertahap dan kemudian dibagikan kepada jemaah. Selain itu, pemeriksaan dokumen akan dilakukan oleh petugas Saudi di berbagai lokasi, termasuk Masjidil Haram dan Nabawi, untuk memastikan jemaah memiliki visa haji.

Pemeriksaan dokumen juga diperketat di check point masuk kota Makkah. Petugas akan memastikan bahwa setiap jemaah yang masuk ke Makkah memiliki visa haji dan supir yang membawa jemaah memiliki izin masuk ke Makkah. Semoga bermanfaat dan menjadi haji mabrur, aminnn. (huda s)

Leave A Reply

Your email address will not be published.