Hoax di Tirai Istana

0

 

Beberapa pengawal berseragam gelap sudah mulai hendak menutup pintu gerbang istana Hassa ketika gelap mulai menyelimuti kota di pegunungan ini. Tak ada bulan dan kota berpenduduk 13.000 jiwa ini menjadi sepi. Tapi, lima orang asing berkendara kuda bagus ingin menerobos masuk.

“Aku dari Iqdim memenuhi pesanan pangeran. Aku membawa budak pesanannya,” kata Sufyan, penduduk Iqdim, sekitar dua farsakh dari Hassa. Iqdim terkenal sebagai kota pusat transaksi budak belian dari mana saja.

“Aku akan sampaikan kepada pangeran apakah ia berkenan, sebab, ia sudah siap ke peraduan. Tunggulah,” kata pengawal kepala.

Tak lama pengawal kepala muncul dan perintah membuka lebar pintu gerbang. “Masuklah melalui pintu utara. Kalian diterima di beranda keluarga,” kata pengawal berusia sekitar 50 tahun.

Orang-orang Iqdim itu mengikuti petunjuk pengawal. Ada ruangan tamu di beranda yang cukup luas. Ruangan itu bukan untuk menerima tamu seperti biasanya. Ruangan ini lebih sering dipakai untuk keluarga istana menerima tamu-tamunya. Seorang pelayanan Turki membawa makanan aneka buah dan minuman sari buah dan meletakkannya di meja. Mereka satu persatu mengambil minuman perasan anggur dan mengambil buah peer.

Pangeran Zaid muncul tak lama kemudian dengan baju piyama sutera dan tanpa tutup kepala. Duduknya berjarak sekitar tiga meter dari tamu-tamu itu. Sufyan, pimpinan mereka mendekat seperti tak ingin kata-katanya terdengar oleh yang lain.

“Seperti yang pangeran inginkan kami bawakan beberapa budak yang bisa Tuanku pilih. Mereka pilihan dari majikan sebelumnya, kecuali satu,” Sofyan melirik seseorang yang duduk di ujung. “Semua budak harganya 100 Dinar selain yang satu itu. Murah,” kata Sofyan.

“Mengapa? Budak Persia?” tanya pangeran dengan suara lirih.

Baca Juga :  Tausiyah: Satu Dinar untuk Ibunda

“Iya. Hanya 25 dinar. Namanya Dakban. Suka membual dan mulutnya berbisa, lama tak laku. Tapi, dia pandai bercerita sehingga sulit membedakan antara fakta dan dusta.”

“Kalau soal itu aku bisa atasi dengan sistem yang ada di istana ini.”

Pangeran mengambil tiga sekaligus dan menyerahkan uang tunai 225 Dinar dalam kanong kulit domba kepada Sufyan yang segera membuka tali borgol budak-budaknya. Dua budak untuk mengurus taman dan binatang peliharaan, dan Dakban untuk melayani makanan pangeran dan puteri Hassa, isteri pangeran.

Dalam beberapa pekan Dakban menunjukkan sikap budak yang baik. Sangat sopan. Tak pernah menatap wajah keluarga istana. Tak bicara selain ditanya.

Budak Dakban memang tak seperti budak lainnya. Ia seolah keluarga istana. Wajahnya wajah persia yang tampan dengan kumis tipis. Posturnya tinggi. Tak seperti kebanyakan hamba sahaya yang kekar, Dakban lebih sedikit feminis. Ia dijual berkali-kali dengan harga obral murah oleh majikannya karena mulut berbisanya. Tapi, Pangeran Zaid ingin melihat apa kelebihan dan kelemahan Dakban.

Begitu terpesonanya pangeran Zaid, Dakban diberi ruangan khusus yang tak jauh dari ruang keluarga yang hanya dipisahkan taman perdu penuh bunga.

 

Kisah Purnama

Dakban membawakan rebusan buah pala dan kapulaga ke taman perdu. Pangeran tengah menikmati keindahan malam berpurnama. Rasa hangat menjalar tubuh pangeran yang tengah disergap angin dingin. Dakban lantas memijat kaki pangeran sambil meminta Dakban bercerita pengembaraannya sebagai hamba sahaya hingga kini.

Duduk di dekat pangeran Puteri Hassa dan dua puterinya yang berangkat remaja Zaitun dan Malna. Sulit menuliskan pesona kecantikannya melalui kata-kata dan pena.

“Hamba tak semulia nasib manusia lainnya, Tuanku. Ada dua belas majikan yang mempelakukan buruk hamba. Hamba dibeli murah dan dijual banting harga. Siksaan sudah menjadi biasa bagi hamba. Majikan terakhir hamba seorang bangsawan di Tripoli yang sekeluaga suka menyiksa hamba. Ia menjual hamba setelah bosan menyakiti hamba kepada seorang makelar budak di Iqdim hingga jatuh ke tangan tuanku. Kami bersyukur bisa mendapatkan majikan sebaik Tuanku yang belum pernah hamba bayangkan. Hamba merasa menjadi manusia selama di sini, Tuanku.”

Baca Juga :  Tausiyah: Ulama yang Menjauhi Harta

Dakban begitu fasih berceruta tentang Kerajaan Sasanid hingga ditaklukkan Islam. Dimulai dari Ardhasir I sebagai gubernur di Fars. Ia anak Pabag, penguasa kota Kheir. Pada tahun 205, Pabag menggulingkan Gochir, raja terakhir Dinasti Bazrangid, sekutu Kekaisaran Parthia. Pabag bersama dengan anak tertuanya, Shapur, merebut beberapa wilayah Parthia. Setelah Pabag meninggal, Shapur dan Ardhasir sempat terlibat konflik. Karena Shapur meninggal setelah tertimpa runtuhan rumahnya, Ardhasir mengambil alih pimpinan.

Ardhasir kemudian memindahkan pusat pemerintahan ke Firouzabad, Fars dan memperluas wilayahnya. Kekuatan Ardhasir I didengar oleh Raja Arbanus IV dari Parthia. Raja Arbanus IV lantas menyerang Ardhasir I. Gagal. Raja Arbanus IV justru tewas di Hormizdeghan pada 224.

 

Pisau Cukur

Dakban sudah seperi keluarga di lingkaran istana dan bebas keluar masuk ruangan kerajaan yang tidak dimiliki para budak lainnya. Ia juga menganakan baju bagus bak seorang pangeran, hingga suatu saat ia menemui Puteri Hassa.

“Tuanku puteri, apakah tuanku perneh mendengar sesuatu?”

“Tentang apa?”

“Tentang pangeran.”

“Memangnya kenapa?”

“Saya dengar dia akan menikah lagi dengan seorang yang sangat cantik di negeri ini secara diam-diam.”

“Ah yang benar.”

“Tapi, mudah untuk mematahkan niatnya Tuanku, potong sedikit rambutnya dengan pisau cukur maka ia tidak akan lagi bisa dipengaruhi wanita itu.”

Siang itu itu juga Dakban menemui Pangeran Zaid. “Pangeran, mohon maaf sebelumnya jika hamba lancang. Agaknya Puteri Halla ingin membunuh tuanku malam ini. Ia inginkan tahta Tuanku.”

“Bagaimana mungkin itu?”

“Kami mendengar selentingan. Tapi bisa Tuanku buktikan nanti malam adakah Puteri akan datang ke peraduan Tuanku dengan membawa pisau cukur.”

Pangeran seenarnya tak percaya karena Puteri Hassa anak pamannya yang sangat setia dan saling mencinta keduanya.

Baca Juga :  Don’t Cry for me Palestina

Malam itu, saat gelap, Puteri Hassa masuk ke peraduan pangeran. Di tangannya membawa pisau cukur yang sangat tajam. Pangeran tak tidur untuk membuktikan kata-kata Dakban. Pangeran yan sigap langsung melumpuhkan sang Puteri.

“Engkau akan membunuhku?”

“Tidak pangeran, aku hanya ingin mengambil sedikit rambutmu.”

Pangeran tak percaya dan saat gelap itu ia sudah membunuh isterinya sendiri.

 

Dikutip bebas dari kitab Irsyadul Ibad ila sabilir Rasyad oleh Syakh Zainuddin AlMalibari halaman 71-74. (Musthafa Helmy)

Leave A Reply

Your email address will not be published.