RISALAH NU ONLINE, BANDUNG – Mudzakarah Perhajian Indonesia selesai digelar di Bandung pada Sabtu (9/11/2024). Forum ini menghasilkan sejumlah keputusan hukum terkait penyelenggaraan ibadah haji bagi para jamaah asal Indonesia.
Putusan ini dibacakan oleh Dr. KH Aris Ni’matullah MAF dari Buntet Pesantren Cirebon pada upacara penutupan Mudzakarah Perhajian Indonesia di Bandung pada Sabtu (9/11/2024). Setidaknya, ada tiga isu utama yang dibahas, yaitu: hukum menggunakan nilai manfaat hasil investasi dana setoran awal (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji jemaah lain, skema tanazul (meninggalkan) mabit di tenda Mina, serta hukum menyembelih dan mendistribusikan hewan dam di luar tanah haram.
Pada putusan pertama, KH Aris Ni’matullah MAF menjelaskan kebolehan memanfaatkan hasil investasi untuk pembiayaan haji jamaah lain.
“Hukum memanfaatkan hasil investasi Setoran Awal BPIH calon jamaah haji untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji jemaah lain adalah mubah,” ujar sosok yang kerap disapa Kiai Imat ini.
Menurut Kiai Imat, penentuan persentase besaran pemanfaatan Hasil Investasi Setoran Awal BPIH harus didasarkan pada pertimbangan kemaslahatan baik bagi jamaah haji masa tunggu (waiting list) maupun jamaah haji yang berangkat pada tahun berjalan.
“Presentasi pemanfaatan juga harus memastikan sustainabilitas dana haji dalam jangka panjang. Sehingga, memberikan jaminan keamanan hak-hak jamaah haji daftar tunggu dan keringanan jamaah haji yang akan berangkat pada tahun berjalan,” tegasnya.
“Pemerintah (melalui BPKH) memiliki kewenangan mengelola secara penuh dana setoran awal BPIH, dengan tetap mempertimbangkan prinsip syari’ah, skala prioritas, kehati-hatian, dan maslahat yang terukur,” sambungnya.
Putusan kedua terkait Tanazul di Mina, Mudzakarah Perhajian Indonesia memutuskan bahwa untuk mengurangi kepadatan di area Mina serta memberikan rasa aman dan nyaman bagi jemaah sakit, lansia, resiko tinggi, disabilitas, pendamping serta para petugas yang mengurus jamaah diberikan keringanan meninggalkan (tanazul) mabit di Mina dan kembali ke hotel tempat tinggalnya di Makkah.
“Jemaah sakit, lansia, resiko tinggi, disabilitas, pendamping dan petugas yang mengurus jamaah adalah berstatus udzur, maka ketika meninggalkan (tanazul) mabit di Mina, hajinya sah dan tidak dikenakan dam,” papar Kiai Imat.
Sementara putusan ketiga berkaitan dengan pelaksanaan dam. Mudzakarah Perhajian Indonesia menyebutkan bahwa penyembelihan dan pembagian daging hadyu atau dam di luar tanah haram termasuk di tanah air, hukumnya boleh dan sah.
Melalui forum Mudzakarah merekomendasikan Pemerintah membuat pedoman tata kelola Dam Jamaah haji dan memasukan ketentuan penyembelihan dan pembagian daging hadyu/dam di luar tanah haram termasuk di tanah air.
“Pemerintah menyosialisasikan hasil putusan ini kepada jemaah haji melalui berbagai forum pertemuan/sosialisasi dan bimbingan manasik haji baik yang dilakukan Pemerintah maupun KBIHU. Jemaah/petugas haji dapat mempedomani ketentuan Penyembelihan dan pembagian daging hadyu/dam di luar tanah haram termasuk di tanah air,” tandasnya.
Mudzakarah Perhajian Indonesia diikuti sejumlah ahli fiqih dari sejumlah ormas, akademisi, dan praktisi haji. Giat ini juga diikuti oleh para Kepala Kanwil Kemenag dan Kepala Bidang pada Kanwil Kemenag Provinsi.
Ekalavya/rls