Risalah NU Edisi 37

Rp15,000.00

Description

KEKEJIAN DAN KEKEJAMAN PKI TERHADAP ULAMA BERAGAMA

Edisi 37 membahas masalah PKI dan Umat Baragama, meskipun sama akan tetapi tidak mirip sepenuhnya hanya saja kami fokus pada umat beragama. PKI dan Neo-Komunisme kini giat mempersoalkan semua kelompok yang pernah menghabisi PKI tahun 1965 dengan dalih penegakan dan penghormatan atas hak asasi manusia (HAM). Mereka menuntut semua yang terlibat untuk meminta maaf. Benarkah ini bagian strategi PKI untuk bangkit kembali?.

Berikut beberapa pengalaman dan analisa beberapa ulama NU yang mengalami sendiri teror dan kekejian PKI pada tahun 1965, yang belum bisa mudah dihilangkan dari ingatan mereka. Karena itu, bagi para ulama yang mengalami pengalaman pahit dengan PKI tak mudah memaafkan ulah PKI yang menyakiti hati umat Islam di zaman itu. Jika kini mereka menuntut maaf dan HAM atas kasus itu, para ulama juga meminta PKI juga menyadari perannya di zaman itu sebagai pemberontak yang ingin mengubah haluan negara ini menjadi komunis. Sebab, masa itu mereka juga banyak melanggar HAM, termasuk aksi-aksi sepihak yang merugikan umat.

Antara lain yang dilakukan PKI adalah membentuk Dewan Revolusi mulai pusat sampai desa. Itu dipersiapkan kalau PKI menang, mereka yang langsung mengambil pemerintahan. Yang kedua, mereka melakukan serangan-serangan luar biasa kepada Islam dan juga kepada NU dan pesantren. Misalnya, dari segi budaya itu lembaga kesenian rakyat yang disingkat Lekra (Lembaga Kesenian Rakyat) membuat kegiatan pertunjukan kesenian yang tujuannya menghujat Tuhan, Rasulullah, dan Islam. Misalnya, ada ludruk mengambil lakon Gusti Allah Mantu. Secara fisik mereka juga menyerang tempat ibadah, misalnya di Kanigoro, masjid diserang pada waktu masyarakat sedang menjalankan salat subuh.

Ada banyak tokoh yang diwawancarai menyangkut kebaikan-kebaikan NU terhadap PKI, salah satunya adalah Kiai Hasyim Muzadi, mantan Ketua Umum PBNU. Kiai Hasyim mengatakan sekarang ini setelah G30S berjalan hampir 50 tahun, kan berarti sudah ganti generasi. Kalau ganti generasi di Indonesia kan ada distorsi historis. Distorsi historis inilah dimanfaatkan oleh komunisme, kader-kader komunis yang sekarang untuk menggunakan penelitian yang sepihak, kemudian dia menuntut bahwa dia sebagai korban.

Selain membahas masalah PKI dan umat beragama, dalam rubrik lain juga kami membahas tentang Sementara Bahsul Masail, kami melanjutkan hasil keputusan Munas dan Konbes NU di Pesantren Kempek Ceribon Jawa Barat. Salah satunya adalah soal pajak. Salah satu wujud dari kewajiban taat kepada ulil amri, sebagaimana diperintahkan dalam al-Qur’an, adalah kewajiban rakyat untuk membayar pajak (dlaribah) kepada pemerintah. Harta pajak yang dikumpulkan merupakan milik rakyat yang diamanatkan kepada pemerintah. Sebagai pemegang amanah, pemerintah wajib mengelola pajak secara profesional, transparan dan akuntabel serta menggunakannya untuk sebesar-besarnya kemaslahatan rakyat. Tentu banyak isu-isu lain yang menarik untuk diikuti dan dicermati oleh warga nahdliyyin dan masyarakat pada umumnya.

Selamat membaca….

Reviews

There are no reviews yet.

Be the first to review “Risalah NU Edisi 37”

Your email address will not be published. Required fields are marked *