Deskripsi
MENGEJAR KETINGGALAN BANGUN PERGURUAN TINGGI
Risalah NU edisi 64 dalam judulnya mengupas tuntas terkait ketertinggalan dalam membangun perguruan tinggi NU. Beberapa hari yang lalu dilakukan upacara peletakan batu pertama gedung Universitas Nahdlatul Ulama Jakarta. Pembangunan itu menandakan bahwa bangunan yang ada sudah tidak mampu menampung mahasiswa yang semakin banyak. Pembangunan itu juga menunjukkan UNU semakin tertantang untuk mengisi relung pendidikan bangsa ini, yang tak lagi hanya berkutat dengan pesantren dan madrasah. Lalu bagaiman strategi PBNU dalam membangun perguruan tinggi NU?…simak edisi ini
Hal ini juga semakin membuktikan bakti NU terhadap warganya. Sudah lebih 90 tahun NU hadir dan kehadirannya pada saat ini dirupakan dalam bentuk pembentukan, pengembangan dan pembangunan perguruan tinggi di lingkungan NU. Perguruan tinggi sudah menjadi bagian kebutuhan masyarakat yang NU juga harus menyediakan, lengkap dengan khas dan keunggulannya. Tentu siapa pun gembira adanya prestasi yang luar biasa itu. Sebab, pembangunan universitas NU dimotori sejak kepemimpinann Prof. Dr. Said Aqil Siradj tahun 2010. Tercatat kini sudah ada 28 universitas NU yang juga menandakan semakin banyaknya kader NU yang mampu mengelola pendidikan tinggi, termasuk antara lain Ma’had Aly di sejumlah pesantren besar.
Sebenarnya, jika merujuk sejarah, NU sudah memiliki universitas sejak akhir tahun 1950-an, ketika NU menjadi partai politik dan dipimpin Dr. KH. Idham Chalid. Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta diresmikan oleh Ir. H. Soekarno (Persiden 1 RI) pada 2 Oktober 1958. UNU Surakarta dulu dikenal dengan nama Kulliyatul Qadla karena memang hanya mengkhususkan mempelajari hukum Islam dan sistem peradilan agama Islam. Lulusannya banyak mengisi jabatan di peradilan agama kala itu serta kantor urusan agama. Disusul kemudian UNU Bandung yang berdiri tahun 1959 yang kini berubah nama menjadi Universitas Islan Nusantara (Uninus) yang sudah meluluskan sekitar 40.000 sarjana dari strata 1 hingga strata 3. Berikutnya UNU Jakarta dan lain sebagainya.
Karena aktifitas NU kala itu lebih banyak di dunia politik, pendidikan kurang terurus baik sehingga lambat laun menjadi ‘hidup segan dan mati tak mau’.Tapi, kenyataan itu digantikan dengan lahir, hidup dan berkembangnya beberapa perguruan tinggi dari beberapa pesantren NU. Tercatat ada Universitas Hasyim Asy’ari, Universitas Darul Ulum, Universitas Wahab Hasbullah yang ketiganya di Jombang, Universitas Ibrahimi Situbondo, Universitas Tribakti Kediri, Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Jadid Probolingo, STAI Darus Syafaah Banyuwangi, STAI Al-Qadiri Jember, dan lain sebagainya.
Selain membahas persoalan perguruan tinggi NU, kami juga menyajikan beberapa rubrik enting yakni tentang keaswajaan dan kenuan yang menjadi ciri khas warga NU. Seperti dalam rubrik taqorub berjudul muhamadinu dari Bekasi yang di tulis oleh Munir Abas Bukhori Pengasuh Pesantren Ulumul Qur’an, Buaran, Lambangsari, Tambun Selatan, Bekasi. Adalagi rubrik takziyah yang menyajikan detik-detik wafatnya ulama besar, tokoh NU yaitu Kiai Mas Subadar dari Pasuruan. Dan masih banyak rubrik lainnya yang warga nahdliyin penting untuk membaca dan membeli.
Ulasan
Belum ada ulasan.